Bu Menkeu, Banjir Insentif Belum Cukup Bangkitkan Ekonomi

Yuni Astutik, CNBC Indonesia
17 March 2021 15:28
Pelantikan Pejabat Eselon I Kementerian Keuangan. (Tangkapan layar Youtube Kemenkeu)
Foto: Pelantikan Pejabat Eselon I Kementerian Keuangan. (Tangkapan layar Youtube Kemenkeu)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom Indef, Abra El Talattov memperkirakan pertumbuhan ekonomi masih akan terseok-seok untuk bisa tumbuh positif di kuartal pertama atau kuartal 2 tahun ini.

Berkaca dari tahun lalu, pertumbuhan sektor makanan minum yang merupakan kategori konsumsi rumah tangga masih minus. Padahal di sektor makanan dan minuman ini, pemerintah memberikan alokasi anggaran subsidi yang cukup banyak karena berkaitan dengan kebutuhan pangan.

"Kalau melihat sekarang dengan anggaran pemulihan ekonomi nasional sebelumnya menurun dari tahun lalu, kita agak khawatir bahwa percepatan ekonomi belum bisa tercapai di semester 1-2021. Kelihatannya ekonomi kita masih berat untuk rebound positif di Q1 atau Q2," ujarnya kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Rabu (17/3/2021).

Dia berharap dengan adanya kebijakan agresif diskon kendaraan bermotor serta menjelang puasa lebaran bisa mendongkrak konsumsi. Meskipun menurutnya, sumbangan dari industri transportasi masih kalah jauh dibanding dengan industri makanan minuman hingga tekstil dan pakaian jadi.

Sebagaimana diketahui Pemerintah sudah memberlakukan relaksasi pajak untuk kendaraan 1.500 CC mulai Maret hingga November 2021 mendatang.

Syarat tersebut adalah mobil dengan kubikasi mesin kurang dari 1.500 cc berpenggerak dua roda atau 4x2 serta Sedan dengan kapasitas mesin di bawah 1.500 cc. Selain itu, syarat lainnya komponen lokal mayoritas minimal 70% serta pembuatannya di Indonesia.

Perhitungan PPnBM juga beragam, mini bus dengan kapasitas mesin di bawah 1500 cc terkena PPnBM mendapat relaksasi sebesar 10%, sedangkan Sedan di bawah 1.500cc terkena 30%. Lalu minibus 1500 cc- 2500 cc terkena PPnBM 20%, sedangkan mobil diatas 2500 cc PPnBM mencapai 125%.

Alhasil, kebijakan anyar Pemerintah hanya untuk dua jenis mobil awal. Dengan perkiraan PPnBM masing-masing mobil sebesar 10%, maka setiap mobil berpotensi diskon hingga puluhan juta rupiah.

Tak hanya kendaraan dengan kapasitas 1.500 CC, kabarnya Presiden Jokowi juga memerintahkan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang untuk mengkaji kebijakan tersebut agar ada penerapan yang lebih luas dan lebih dalam.

Presiden menyampaikan hal ini ketika menerima menperin dalam kaitan laporan kunjungan kerja ke Jepang.

"Formulasi perluasan dan pendalaman akan didasari oleh kenaikan tingkat kapasitas silinder kendaraan dikombinasikan dengan local purchase, atau hanya didasari local purchase, dan kemungkinan perubahan time frame-nya," ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita.

Rencana perluasan relaksasi pajak karena ada jenis kendaraan yang kapasitas silindernya di atas 1500 cc dan memiliki local purchase tinggi (di atas 50-60%). Namun karena aturan saat ini hanya mobil yang memiliki batas 1500cc, maka mobil tersebut belum menikmati kebijakan relaksasi ini.

"Kami akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan," pungkasnya.

Cermati Kebijakan The Fed

Pada kesempatan yang sama, Abra menilai kebijakan The Federal reserve (The Fed) menjadi salah satu faktor eksternal yang patut dicermati, dimana nantinya kebijakan ini bisa berpengaruh pada aliran dana masuk (capital outflow).

"Nilai tukar rupiah volatile, khawatir rupiah melemah bisa melesat dari target asumsi APBN dan akan mendekati defisit APBN," kata Abra.

Dia juga mengatakan Indonesia harus memperkuat fundamental ekonomi agar bisa pulih lebih cepat dibanding negara lain. Menurutnya Indonesia harus bisa cepat pulih jangan sampai Amerika Serikat pulih lebih dulu.

"Ketika kita kalah cepat dibanding negara di kawasan, investor akan melihat, melirik negara yang lebih cepat. Ini jadi kerawanan baru. Capital outflow, ancaman relokasi industri ke negara yang lebih cepat (pulih)," katanya.

Salah satu faktor pemulihan terkait penanganan pandemi adalah melalui vaksinasi. Hal ini menurutnya masih menjadi catatan merah, lantaran Indonesia masih disibukkan oleh hal lain, padahal target vaksinasi masih jauh dari target.

"Kita masih disibukkan masalah kadaluarsa vaksin, adanya penolakan dan distribusi. Realisasi pemberian vaksin juga masih jauh dari realisasi, baru 1/5 dari target pemerintah," pungkasnya.


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wamenkeu: Pajak Sekarang Tak Alergi Ngomong Insentif

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular