
Harga Listrik PLTS Bisa Murah, RI Tiru 2 Negara Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia kini terus berupaya meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) guna mengejar target bauran EBT sebesar 23% pada 2025. Salah satu energi yang bisa dikembangkan dengan cepat yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Meski kini harga listrik PLTS masih tinggi dibandingkan energi fosil seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), namun beberapa negara sudah memiliki harga listrik PLTS lebih rendah, bahkan di bawah 3 sen dolar per kWh.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pemerintah mencoba meniru upaya India dan Portugal yang berhasil menekan harga listrik PLTS. Harga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di kedua negara itu semakin lama, semakin murah. Arifin mengatakan harga listrik dari PLTS di India kini telah mencapai 2,3 sen dolar per kilo Watt hour (kWh). Sementara di Portugal harga listrik PLTS menurutnya sudah jauh lebih murah, yakni 1,4 sen dolar per kWh.
Adapun harga listrik dari PLTS di Indonesia saat ini sekitar 5 sen dolar per kWh. Ini pun sudah turun cukup signifikan dari tahun-tahun sebelumnya yang mencapai belasan sen per kWh.
"India declare bisa produksi 2,3 sen (dolar) per kwh. Portugal 1,4 sen (dolar), ini satu terobosan yang terus kita ikuti," papar Arifin dalam acara 'Future Energy Tech and Innovation Forum 2021' yang diselenggarakan Katadata secara virtual, Senin (08/03/2021).
Demi mendorong pemanfaatan energi surya, pemerintah juga mendorong pemanfaatan PLTS di atas waduk, dikombinasikan dengan waduk yang memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
"Siang surya, malam pakai air. Permukaan waduk bisa 5% untuk kebutuhan energi agar tidak berdampak pada biota yang ada di sana," ujarnya.
Dalam memanfaatkan PLTS terapung, menurutnya ada kendala pada jauhnya lokasi waduk. Untuk itu, harus dipastikan permintaannya supaya bisa lebih ekonomis.
"Lokasi waduk ini jauh, ini tantangan," imbuhnya.
Potensi surya menurut Arifin cukup banyak di Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun listrik dari PLTS sifatnya intermittent 5-6 jam saja. Oleh karena itu, lanjutnya, perlu didukung dengan baterai atau Energy Storage System (ESS).
Investasi untuk ESS saat ini masih mahal. Meski demikian, Arifin yakin senada dengan harga listrik PLTS yang semakin murah, ke depan dengan kemajuan teknologi investasi ESS juga akan semakin murah.
"Baterai ini masih mahal. Dulu solar panel juga mahal, sekarang jadi murah," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Chrisnawan Aditya mengatakan, salah satu kelebihan PLTS dibandingkan pembangkit lainnya yaitu cepat dalam proses pembangunannya.
Selain itu, ongkos dari teknologinya juga sudah turun drastis sejak 2013.
"Tahun 2013 harganya 20 sen dolar (per kWh), lima tahun terakhir jadi 10 sen, dan terakhir PLTS Apung di Cirata harganya 5,81 sen dolar (per kWh), sudah drop," paparnya dalam live Instagram akun resmi Kementerian ESDM, Jumat (19/02/2021).
Bahkan, menurutnya sudah ada calon investor yang berminat untuk investasi pembangunan PLTS di Tanah Air dengan harga listrik yang jauh lebih rendah, yakni 4 sen dolar per kWh.
Dengan harga jual listrik yang semakin kompetitif, maka menurutnya ini akan semakin menguntungkan bagi RI untuk mengembangkan PLTS dan juga bisa mencapai target bauran energi RI sebesar 23% pada 2025.
"Ke depan, kita ada investor yang berminat bangun dengan harga 4 sen (dolar). Indonesia potensinya sudah teridentifikasi bisa 207,8 giga watt (GW) energi surya saja, pemakaian baru 153 mega watt (MW)," ungkapnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wow! PLTS Ditargetkan Meroket dari 0,15 GW ke 17,6 GW di 2035