Ternyata Ini Tren Baru Orang Cari Rumah Saat Ada Pandemi

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
08 March 2021 16:00
Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.
Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.
Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.
Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi Covid-19 di Indonesia sudah berlangsung setahun membuat sebagian masyarakat mulai beradaptasi dengan beragam kebiasaan baru. Salah satunya adalah kebiasaan bekerja dari rumah, bahkan tidak sedikit masyarakat yang mencari ketenangan dengan menetap di hunian yang berada di luar kota.

Bagi masyarakat di kota-kota besar, ada kecenderungan untuk mencari tempat tinggal yang lebih nyaman dengan cara bergeser ke lokasi yang tidak terlalu padat penduduk. Selain bisa mencari ketenangan dalam bekerja, harga hunian juga lebih terjangkau. Untuk Jakarta, tidak sedikit yang memilih tinggal di kota penyangga seperti Bogor.

"Dengan pandemi orang nggak keluar rumah bisa kerja di rumah, ini membuat pola baru atau kebiasaan baru dari masyarakat bahwa kerja bisa remote dari rumah, dan ini bisa keliatan dari pola-pola baru, misal tenant mulai kecilkan space," kata Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto kepada CNBC Indonesia, Senin (8/3/21).

Langkah itu demi meminimalisir kebutuhan ruang dan tidak sedikit yang menggantinya dengan kebutuhan gedung yang concern untuk hidup lebih sehat, serta mengaplikasikan protokol kesehatan.

"Berkantor nggak hanya di satu tempat tapi bisa remote, selama koneksi ada dan kita lihat infrastruktur sudah dibangun dengan kuat, sehingga jarak bukan lagi kendala," papar Ferry.

Tren ini juga terlihat di Amerika Serikat. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan oleh MyMove, data layanan pos di AS menemukan ribuan orang melarikan diri dari pusat kota.

Salah satu kota yang banyak ditinggalkan oleh penghuninya adalah New York, sementara kota-kota kecil di Texas dipilih menjadi tujuan dari sejumlah warga untuk mengamankan diri dari Covid-19.

Tren perpindahan dari kota besar ke sejumlah kota kecil di Amerika Serikat telah dimulai sejak awal pandemi, dimana sejumlah perkantoran mulai memberlakukan sistem bekerja secara daring atau online.

Biaya hidup yang tinggi di kota besar juga menjadi alasan sejumlah warga, untuk memilih kota kecil sebagai tempat mencari kerja yang baru, atau tempat hidup sementara hingga pandemic berakhir.

Analisis Mymove menunjukkan hampir 16 juta warga Amerika Serikat mulai meninggalkan kota-kota besar mulai bulan Februari hingga Juli tahun ini. Tingginya permintaan surat yang dibuat ke USPS juga mengkonfirmasi laporan eksodus perkotaan.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Permintaan KPR Tinggi, PUPR Luncurkan e-FLPP Versi 2

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular