Oh Indonesia, Kenapa Engkau Abaikan 'Harta Karun' Ini?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
06 March 2021 15:29
geo dipa, geothermal, panas bumi, patuha
Foto: Arif Gunawan S

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memang kaya, berbagai sumber energi baru terbarukan (EBT) tersedia di sini. Salah satu 'harta karun' yang dimiliki adalah panas bumi. Bukan main-main sumber dayanya menjadi yang terbesar kedua di dunia.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut hingga akhir 2020, Indonesia memiliki sumber daya panas bumi sebesar 23.965,5 mega watt (MW), di bawah Amerika Serikat yang memiliki sumber daya sebesar 30.000 MW.

Sayang, pemanfaatan panas bumi di Indonesia baru 2.130,7 MW atau hanya 8,9% dari total sumber daya yang ada. Lalu, apa yang menyebabkan pemanfaatan panas bumi Indonesia masih sangat rendah?

Pengembang panas bumi berpandagan 'harta karun' RI belum digarap maksimal karena belum terakomodirnya harga sesuai dengan keekonomian. Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Priyandaru Effendi mengharapkan, pembelian listrik menggunakan skema sliding scale Feed in Tariff (FIT).

Infografis/RI Punya Loh! Perkenalkan Ini Harta Karun terbesar ke-2 Dunia/ Aristya RahadianFoto: Infografis/RI Punya Loh! Perkenalkan Ini Harta Karun terbesar ke-2 Dunia
Infografis/RI Punya Loh! Perkenalkan Ini Harta Karun terbesar ke-2 Dunia/ Aristya Rahadian



Yakni pembelian listrik yang disesuaikan dengan keekonomian proyek untuk setiap besaran kapasitas. Melalui skema ini, tidak perlu ada lagi negosiasi dengan PLN karena FIT ini sudah tersedia sejak lelang.

"Pengembang berharap skema sliding scale FIT, yaitu FIT yang disesuaikan keekonomian proyeknya untuk setiap besaran kapasitas, sehingga tidak perlu negosiasi dengan PLN karena FIT tersebut sudah available saat tender," paparnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (05/03/2021).

Buat perbandingan, harga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) berkisar antara 7 sen-13 sen dolar per kilo Watt hour (kWh). Lebih mahal dibandingkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau bahkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sekitar 5 sen dolar per kWh.

Pihaknya berharap agar Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang tarif listrik energi baru terbarukan, termasuk tarif listrik panas bumi ini juga mengakomodir keinginan para pengembang.

Sehingga harta karun energi RI ini bisa tergali dan memiliki manfaat lebih besar bagi negeri ini. Tapi sayangnya, lanjutnya, rencana tarif listrik panas bumi dalam rancangan Perpres tersebut dinilai masih belum mengakomodir keinginan pengembang.

"Perpres sudah disosialisasikan dan sudah didiskusikan. Tetapi skema tarif di dalam draf tersebut tidak mengakomodir keinginan pengembang," ungkapnya.

Menurutnya, ketika keinginan pengembang masih belum diakomodir, maka dikhawatirkan akan berdampak pada sulitnya menarik minat investor yang akan membantu dalam mengembangkan panas bumi ini.

"Mudah-mudahan Permen turunannya dapat memberikan insentif yang diperlukan untuk membantu keekonomian proyek panas bumi," harapnya.

Hal senada sebelumnya disampaikan oleh Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha. Satya menyebut, saat ini harga listrik panas bumi dianggap masih tinggi meski sudah ada yang menyentuh 7 sen dolar per kilo watt hour (kWh).

Masalah kedua menurutnya yaitu lokasi pengembangan panas bumi rata-rata berada di kawasan hutang lindung.

"Faktor yang utama dihadapi, satu harga. Kedua adalah bahwa kebanyakan panas bumi ada di hutang lindung. Ini perlu satu pemahaman agar tidak ada rejection (penolakan) dari masyarakat," paparnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (01/03/2021).


(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harta Karun Energi Terbesar Kedua Dunia yang Diabaikan RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular