Target EBT Meleset, Apa Iya karena Konsumsi Listrik Turun?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
05 March 2021 17:55
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). (CNBC Indonesia/ Andrean Krtistianto)
Foto: Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). (CNBC Indonesia/ Andrean Krtistianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memiliki target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025 mendatang. Namun target ini diragukan bakal tercapai. Apalagi hingga akhir 2020, capaian bauran EBT baru 11,51%.

Keraguan pencapaian target energi baru terbarukan pada 2025 tersebut datang dari Deputi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto.

Menurutnya, perkiraan ini dengan asumsi terjadinya penurunan pada permintaan listrik di Indonesia, terutama saat pandemi Covid-19 masih berlangsung hingga saat ini. Seperti diketahui, pandemi Covid-19 membuat penjualan listrik oleh PT PLN (Persero) anjlok pada 2020 lalu.

"Saya pikir komitmen 23% pada 2025 mungkin akan sedikit meleset dari targetnya karena ada penurunan demand dari listrik itu sendiri," paparnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Rabu (03/03/2021).

Meski demikian, dia meyakini bahwa pemanfaatan EBT ke depan akan menjadi sesuatu yang krusial.

Oleh karena itu, menurutnya pemerintah berkomitmen dalam mencapai bauran energi baru terbarukan ini. Indonesia menurutnya banyak dianugerahi potensi EBT, salah satunya Pembangkit Listrik Tenaga Air.

"Di Kalimantan Utara, di Papua besar-besar. Kalau bisa, bikin kawasan industri terintegrasi di sana, saya pikir Indonesia akan sangat berperan signifikan pada global supply chain (rantai pasokan global)," tuturnya.

Capaian bauran EBT sampai dengan 2020 baru separuhnya, yakni 11,5% dari target 23%. Demi mengejar target ini, pemerintah bakal mendorong di pemanfaatan energi surya.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Chrisnawan Aditya mengatakan, salah satu kelebihan PLTS dibandingkan pembangkit lainnya yaitu cepat dalam proses pembangunannya. Selain itu, ongkos dari teknologinya juga sudah turun drastis sejak 2013.

"Tahun 2013 harganya 20 sen dolar (per kWh), lima tahun terakhir jadi 10 sen, dan terakhir PLTS Apung di Cirata harganya 5,81 sen dolar (per kWh), sudah drop," paparnya dalam live Instagram akun resmi Kementerian ESDM, Jumat (19/02/2021).


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RUU Energi Baru Lagi Disusun, Ini Usulan Terbaru Pemerintah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular