Ekspor Primadona Tambang RI Ini Akan Tembus Rp 420 T di 2024

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
05 March 2021 15:50
A worker uses the tapping process to separate nickel ore from other elements at a nickel processing plant in Sorowako, South Sulawesi Province, Indonesia March 1, 2012. REUTERS/Yusuf Ahmad
Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dianugerahi sumber daya tambang nikel yang merupakan bahan baku dalam pembuatan baterai lithium untuk mobil listrik. Permintaan pada komoditas nikel diproyeksikan bakal terus meningkat seiring dengan semakin banyaknya orang beralih ke mobil listrik.

Makin tingginya permintaan pada komoditas nikel ini diperkirakan bakal berdampak pada peningkatan harga komoditas tambang ini. Bagi Indonesia, ini merupakan hal yang menguntungkan dan harus bisa dimanfaatkan dengan optimal.

Pemerintah pun memperkirakan nilai ekspor produk olahan nikel Indonesia berpotensi mencapai US$ 25-30 miliar atau sekitar Rp 420 triliun (asumsi kurs Rp 14.000 per US$) pada 2024 mendatang, naik lebih dua kali lipat dari nilai ekspor 2020 yang sebesar US$ 10,6 miliar.

Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto.

"Estimasi kami di 2024 ekspor (nikel) bisa mencapai US$ 25-30 miliar," paparnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Rabu, (03/03/2021).

Untuk tahun ini, pihaknya memperkirakan nilai ekspor nikel bisa naik sekitar 40% menjadi US$ 14-15 miliar dari 2020 sebesar US$ 10,6 miliar.

"Estimasi kami di awal tahun, di 2021 ekspor capai US$ 14-15 miliar," imbuhnya.

Dia mengatakan, nikel merupakan salah satu komoditas tambang yang bakal menjadi primadona di masa mendatang, terutama karena diperkirakan akan mengalami super siklus seiring dengan perkiraan masifnya penggunaan mobil listrik di masa depan.

"Periode super siklus ini bisa berlangsung 20-30 tahun, tergantung seberapa cepat suplai ini bisa mengejar demand-nya," ujarnya.

Dunia berbondong-bondong meninggalkan kendaraan berbasis bahan bakar minyak (BBM) ke mobil listrik karena tidak lepas dari isu perubahan iklim, energi rendah karbon, dan lainnya.

"Trennya akan berlangsung lama, orang berbondong-bondong pindah ke renewable energy. Negara maju menekan karbon emisi, sehingga permintaan pada mobil listrik meningkat cukup signifikan," paparnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Siap-siap, 3 Komoditas Tambang RI Jadi Primadona Masa Depan!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular