Kenapa RI Abaikan Harta Karun Energi Terbesar ke-2 Dunia Ini?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
05 March 2021 13:35
Foto: "PLN gandeng PGE garap PLTP ulubelu lampung dan pltp lahendong sulawesi utara". Doc PLN.

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia punya harta karun energi terbesar kedua di dunia, setelah Amerika Serikat. Harta karun energi ini yaitu sumber daya panas bumi.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga akhir 2020, Indonesia tercatat memiliki sumber daya panas bumi mencapai 23.965,5 mega watt (MW), di bawah AS sebesar 30.000 MW.

Namun sayangnya, pemanfaatan panas bumi di Indonesia masih sangat kecil, yakni baru 2.130,7 MW atau hanya 8,9% dari total sumber daya yang ada.

Kenapa Indonesia mengabaikan potensi besar ini?

Berdasarkan kacamata pengembang, penyebab utama potensi ini belum digarap adalah belum terakomodirnya harga sesuai dengan keekonomian. Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Priyandaru Effendi mengharapkan, pembelian listrik menggunakan skema sliding scale Feed in Tariff (FIT).

Skema sliding scale FIT yaitu pembelian listrik yang disesuaikan dengan keekonomian proyek untuk setiap besaran kapasitas. Melalui skema ini, tidak perlu ada lagi negosiasi dengan PLN karena FIT ini sudah tersedia sejak lelang.

"Pengembang berharap skema sliding scale FIT, yaitu FIT yang disesuaikan keekonomian proyeknya untuk setiap besaran kapasitas, sehingga tidak perlu negosiasi dengan PLN karena FIT tersebut sudah available saat tender," paparnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (05/03/2021).

Sebagai informasi, harga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) masih lebih mahal dibandingkan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau bahkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Harga listrik PLTP berkisar antara 7 sen-13 sen dolar per kilo Watt hour (kWh). Sementara harga listrik untuk PLTU maupun PLTS sekitar 5 sen dolar per kWh.

Menurutnya, tanpa harus adanya negosiasi dengan PLN, maka pengembang bisa segera menggarap proyek panas bumi ini hingga menjadi sumber energi listrik, tanpa perlu berlama-lama tarik ulur harga dengan PLN. Ketika lelang sudah disetujui dan diputuskan pemenangnya, maka artinya harga listrik panas bumi yang ditawarkan pengembang juga sudah dapat diterima PLN selaku pembeli satu-satunya listrik panas bumi ini.

"Begitu diberikan IPB (Izin Panas Bumi), tinggal lari sampai COD (Commercial Operation Date)," ujarnya.

Untuk itu, pihaknya berharap agar Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang tarif listrik energi baru terbarukan, termasuk tarif listrik panas bumi ini juga mengakomodir keinginan para pengembang. Dengan demikian, harta karun energi RI ini bisa tergali dan memiliki manfaat lebih besar bagi negeri ini.

Tapi sayangnya, lanjutnya, rencana tarif listrik panas bumi dalam rancangan Perpres tersebut dinilai masih belum mengakomodir keinginan pengembang.

"Perpres sudah disosialisasikan dan sudah didiskusikan. Tetapi skema tarif di dalam draf tersebut tidak mengakomodir keinginan pengembang," ungkapnya.

Menurutnya, ketika keinginan pengembang masih belum diakomodir, maka dikhawatirkan akan berdampak pada sulitnya menarik minat investor yang akan membantu dalam mengembangkan panas bumi ini.

"Mudah-mudahan Permen turunannya dapat memberikan insentif yang diperlukan untuk membantu keekonomian proyek panas bumi," harapnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bisnis Geothermal di Indonesia Menjanjikan Nggak Ya?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular