
Terungkap! Aturan Miras yang Dicabut Jokowi dan Dalangnya

Sebelum Jokowi mencabut keputusannya sendiri, beragam aksi penolakan mengemuka. Tak terkecuali dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas mengatakan pihaknya kecewa dan tidak mengerti mengapa pemerintah menetapkan industri minuman keras yang sebelumnya masuk ke dalam kategori bidang usaha tertutup, tapi sekarang dimasukkan ke dalam kategori usaha terbuka.
"Semestinya pemerintah sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai pelindung rakyat tentu tidaklah akan memberi izin bagi usaha-usaha yang akan merugikan dan merusak serta akan menimbulkan kemafsadatan [kerugian] bagi rakyatnya," jelas Anwar dalam keterangan resmi yang diterima CNBC Indonesia, Minggu (28/2/2021).
"Tapi di situlah anehnya, di mana pemerintah malah membuat kebijakan yang menentang dan bertentangan dengan tugas dan fungsinya tersebut," kata Anwar melanjutkan.
Lebih lanjut, Anwar memandang keputusan Jokowi yang membuka investor untuk membuka usaha miras menunjukkan pemerintah telah memposisikan manusia dan bangsa sebagai objek yang bisa dieksploitasi untuk mendapatkan keuntungan bagi pemerintah.
Menurut Anwar dengan kebijakan ini, bangsa ini telah kehilangan arah karena tidak lagi jelas pegangan bagi pemerintah dalam mengelola negara ini.
"Dimulutnya mereka masih bicara dan berteriak-teriak tentang pancasila dan uud 1945 tapi dalam prakteknya yang mereka terapkan adalah sistem ekonomi liberalisme kapitalisme yang bukan merupakan karakter dan jati diri kita sebagai bangsa," tutur Anwar.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj secara tegas menolak rencana pemerintah yang menjadikan industri minuman keras keluar dari daftar negatif investasi. Alasannya, Al-Qur'an telah jelas mengharamkan miras karena menimbulkan banyak mudharat.
"Kita sangat tidak setuju dengan Perpres terkait investasi miras. Dalam Al-Qur'an dinyatakan وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ (Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan)," kata Kiai Said dalam keterangan tertulis, Senin (1/3/2021).
Kiai Said mengatakan, seharusnya kebijakan pemerintah mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat sebagaimana kaidah fiqih Tasharruful imam 'alar ra'iyyah manuthun bil maslahah (kebijakan pemimpin harus didasarkan pada kemaslahatan rakyat).
"Karena agama telah tegas melarang, maka harusnya kebijakan pemerintah itu menekan konsumsi minuman beralkohol, bukan malah didorong untuk naik," tandasnya.
Oleh karena itu, sambungnya, melihat bahaya sebagai dampak negatif yang jelas dari miras ini sudah seharusnya dicegah dan tidak boleh ditoleransi. Kaidah fiqih menyatakan, الرِّضَا بِالشَّيْءِ رِضًا بِمَا يَتَوَلَّدُ مِنْهُ (Rela terhadap sesuatu artinya rela terhadap hal-hal yang keluar dari sesuatu tersebut).
"Kalau kita rela terhadap rencana investasi miras ini, maka jangan salahkan kalau nanti bangsa kita rusak," ucapnya.
Halaman Selanjutnya, >>>>>>> Siapa Dalang di Balik Restu Izin Investasi Miras?
(mij/mij)