
Roadmap Perbankan RI: Berlomba Menuju 'AI-First' Bank

Dalam laporan berjudul "AI-Bank of The Future: Can Banks Meet The AI Challenge?" (September 2020) McKinsey menekankan bahwa untuk memenangi persaingan digital, bank harus menjadi institusi yang menjadikan AI sebagai pusat strategi dan operasi mereka (AI-first).
Artinya, AI harus menjadi dasar penciptaan nilai baru dalam jasa dan produknya, serta pengalaman unik bagi nasabahnya agar tak berpindah ke kompetitor, dalam hal ini fintech. Misalnya, penggunaan scanning wajah untuk mengenali nasabah, analisis ekspresi mikro dengan petugas virtual, dan penggunaan biometrik virtual untuk otorisasi transaksi digital.
Selain itu, AI juga bisa dipakai untuk mendeteksi fraud dan serangan siber, robot untuk melayani nasabah di kantor cabang, pemrosesan berbasis mesin untuk memproses dokumen, analisis risiko dan transaksi berbasis AI secara real-time, serta chatbot yang mengerti nasabah.
"Teknologi AI yang disruptif bisa memperkuat kemampuan bank secara dramatis untuk mencapai empat hasil penting: kenaikan laba, personalisasi layanan, menjaga loyalitas nasabah dengan pengalaman unik, dan percepatan siklus inovasi," tulis McKinsey.
Salah satu contoh penggunaan AI di perbankan nasional bisa kita temukan pada PT Bank Mega Tbk. Salah satu ecosystem-based bank terbesar nasional ini telah menerapkan AI di tingkat front end dan berlanjut ke back end operasinya.
Di tingkat front-end, perseroan menggunakan AI di layanan Chatbot MILA (Mega Intelligent Assistant). Memanfaatkan robot dan platform obrolan (chat), MILA memungkinkan publik mendapat akses informasi layanan dan produk Bank Mega secara lebih efisien dan efektif.
![]() |
Chatbot ini penting untuk menjaring milenial. Mengutip MobileMarketer, sekitar 40% warga milenial di AS berkomunikasi dengan bot setiap harinya. Bahkan, Juniper Research mencatat kebanyakan orang kini browsing internet dengan berbasis suara (voice search) sehingga pada 2023 diperkirakan akan ada 8 miliar fitur voice assistant di seluruh dunia.
Di tingkat back-end, Bank Mega akan memanfaatkan AI untuk mengolah data besar (big data) yang masih mentah miliknya, guna menciptakan paket layanan dan penawaran produk yang bersifat personal dan efektif sesuai kebutuhan serta profil nasabahnya.
"Raw data perlu diproses agar bisa bernilai, menjadi informasi berguna untuk meningkatkan revenue. Maka dari itu, kita perlu teknologi AI, misalnya untuk mengakuisisi nasabah baik funding maupun kredit, untuk digital marketing, menganalisis nasabah (underwriting)," ujar Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib dalam paparan publik, Selasa (17/2/2021).
Dengan memakai AI untuk menyuling big data-yang sering disebut sebagai emas baru di era digital, pelaku industri keuangan seperti Bank Mega kini memakai senjata yang sama dengan yang dipakai fintech untuk mendisrupsi mereka. Pertanyaannya: siapa yang bisa lebih cepat mengaplikasikan?
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)[Gambas:Video CNBC]
