Internasional

Mr Xi Sampai Buat 'Kerajaan' Militer, Apa Harta Karun LCS?

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
23 February 2021 13:20
Pangkalan militer di Mischief Reef, April 23, 2020. (dok. CSIS Asia Maritime Transparency Initiative/Digital Globe)
Foto: Pangkalan militer di Mischief Reef. (dok. CSIS Asia Maritime Transparency Initiative/Digital Globe)

Jakarta, CNBC Indonesia - China disebut tengah membangun sebuah pangkalan militer 'besar-besaran' di Laut China Selatan (LCS). Negeri Xi Jinping itu membuat 'kerajaan' militernya di Kepulauan Spratly, 250 kilometer Filipina.

Dalam sebuah laporan perusahaan perangkat lunak geospasial, Simularity, gambar citra satelit menunjukkan ada infrastruktur seperti radar, antena, dan segala sesuatu yang berpotensi menjadi pangkalan militer di Mischief Reef. Ini adalah atol, terumbu karang berbentuk cincin, yang diakui Pengadilan Arbitrase Den Hag milik Filipina namun diduduki China sejak 1995.

Lalu, apa pentingnya LCS sampai China membuat pangkalan militer di sana?

Membentang dari Singapura dan Selat Malaka di barat daya hingga Selat Taiwan, Laut China Selatan (LCS) dianggap sebagai salah satu rute perdagangan terpenting di dunia. Perairan luas ini juga dikenal kaya akan sumber daya yang dapat membantu memenuhi permintaan energi di negara-negara yang berada di sekitarnya.

Maka tak heran jika perairan ini menjadi lokasi yang disengketakan. Menurut berbagai sumber yang ada, kekayaan alam LCS termasuk cadangan migas yang besar, ikan hingga logam tanah jarang atau rare earth element (REE) yang aplikasinya banyak untuk industri hilir berteknologi tinggi.

Badan Informasi Energi Amerika Serikat (AS) memperkirakan LCS menyimpan sekitar 14 triliun barel gas alam dan 16 hingga 33 miliar barel minyak dalam cadangan yang terbukti ada. Sebagian besar sumber daya alam ini terletak di sepanjang margin LCS, bukannya di bawah pulau dan terumbu karang yang telah lama disengketakan.

Council for Foreign Relations (CFR) menyatakan di LCS ada sekitar 900 triliun kaki kubik gas alam. Ada sumber lain dari American Security Project menyebutkan bahwa cadangan gas di LCS mencapai 266 triliun kaki kubik dan menyumbang 60% - 70% dari total cadangan hidrokarbon teritori tersebut.

Beralih ke komoditas pangan, LCS juga menyimpan kekayaan ikan yang tak ternilai. Pada 2012, Departemen Lingkungan dan Sumber Daya Alam Filipina menyebutkan bahwa LCS memiliki sepertiga dari total keanekaragaman laut di dunia yang berkontribusi terhadap 10% dari total tangkapan ikan di planet bumi.

Beberapa komoditas perikanan laut yang terkandung di dalam LCS seperti ikan layur, makarel, scraper hitam, teri, udang, kepiting hingga ikan kecil lainnya.

Selain kaya akan sumber daya alamnya, LCS juga berada di jalur perdagangan strategis yang dilalui oleh kapal tanker pengangkut minyak. Menurut CFR, 50% dari total kapal tanker pengangkut minyak global melewati LCS.

Jumlah kapal tanker pengangkut minyak yang melalui LCS 3 kali lebih banyak dari Terusan Suez dan lebih dari lima kali Terusan Panama. Lebih dari setengah dari 10 pelabuhan pengiriman terbesar di dunia juga berlokasi di LCS.

Namun, terlepas dari angka yang tampaknya tinggi, minyak yang dapat dieksploitasi, pada kenyataannya ini hanya menyumbang sebagian kecil dari pasokan global. Hal ini disebutkan Gregory Poling, seorang rekan senior untuk Asia Tenggara dan direktur Inisiatif Transparansi Maritim Asia di Pusat Kajian Strategis dan Internasional.

"(Ini) akan menghabiskan sekitar satu tahun konsumsi harian China jika secara ajaib jatuh ke pasar China besok," kata Poling, dikutip dari National Interest, Selasa (23/2/2021).

"Gasnya lebih besar, tetapi hanya layak secara komersial jika disalurkan ke garis pantai terdekat untuk digunakan. Jadi, barang terdekat Vietnam tidak berguna untuk siapapun kecuali Vietnam, dan sama untuk Filipina, Malaysia, dan Indonesia."

Meskipun perselisihan internasional mengenai LCS sering menjadi berita utama, poling menambahkan bahwa kemungkinan tidak ada implikasi terkait energi global yang signifikan bagi AS atau negara Barat lainnya.

"Argumen energi itu sendiri benar-benar menjadi perhatian dalam diskusi LCS. Implikasi nyata bagi AS dan negara-negara lain adalah bahwa ancaman China terhadap hak negara lain untuk memanfaatkan sumber daya energi mereka sendiri merupakan ancaman yang tidak dapat diterima terhadap hukum maritim internasional, dan hanya ada sedikit kepentingan kebijakan luar negeri Amerika yang patuh seperti membela kebebasan laut," katanya.

"Dan jika paksaan China terhadap mitra dan sekutu AS, terutama Filipina, menantang kredibilitas AS sebagai penyedia keamanan regional dan oleh karena itu pada akhirnya berisiko merusak kehadiran Amerika di depan melalui jaringan aliansinya."

Menurut Departemen Luar Negeri AS, diperkirakan bahwa China secara efektif memblokir pengembangan sumber daya minyak dan gas senilai US$ 2,5 triliun di LCS. Beberapa analis terkenal bahkan menempatkan angka lebih tinggi.

China sendiri mengklaim hampir seluruh wilayah LCS dengan konsep sembilan garis putus-putus (nine-dash line) dan memiliki klaim teritorial yang tumpang tindih dengan beberapa negara ASEAN, yakni Filipina, Vietnam, Malaysia, Indonesia, Brunei, dan Taiwan. Akibatnya selama bertahun-tahun, AS turut turun tangan untuk mendukung negara-negara tetangga Asia, yang terancam oleh militer China.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rusia-Ukraina Minggir, Situasi Genting Berada di Dekat RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular