
72% Konsumen Respons Positif Relaksasi PPnBM Airlangga

Jakarta, CNBC Indonesia- Relaksasi Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil baru mendapatkan respon positif dari konsumen berdasarkan topik pembicaraan di media sosial yakni Twitter. Studi ini dilakukan oleh Continuum Data Indonesia, dengan mengumpulkan profil data yang terangkum 3.000 Pembicaraan, selama periode 28 Desember 2020 - 17 Februari 2021.
"Memang pembicaraan pajak bebas mobil baru ini sudah mulai Desember, ketika wacana pajak mobil baru ini mulai muncul, di situ kita bisa melihat ada peningkatan pembicaraan di Desember," kata Ahli Big Data Continuum Data Indonesia, Omar Abdillah dikutip dari detikcom, Senin (22/2/2021).
Omar mengatakan selain di Twitter, terjadi peningkatan pencarian tentang harga mobil di Google. Artinya ketika ada kebijakan, di media sosial diperbincangkan, dan ada dampak dari perilaku konsumen terhadap kebijakan tersebut, dari sambutan positif, dan juga peningkatan pencarian harga mobil.
Continuum melakukan filterisasi cuitan, tidak menggunakan pembicaraan yang berasal dari buzzer dan media massa. Temuan pertama, 85% pembicaraan ini berasal dari kota besar dari Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Solo, dan Semarang.
Dari pembicaraan tersebut, sebanyak 72% menyambut positif yang ada di dalam data tersebut.
"Ini sangat pas kebijakan tentang mobil, dan kota-kota besar itu menyumbang kontribusi penjualan dari mobil itu sendiri," kata dia.
Beberapa alasan mendukung insentif tersebut ialah 63% itu menyambut baik, dalam artian harga mobil baru jadi lebih murah, 33% bisa mendongkrak industri otomotif dan lapangan pekerjaan, dan 4% setuju, karena ini insentif kelas menengah. Mereka yang setuju terdeteksi tinggal di kota-kota besar.
"Untuk alasan yang kontra mereka punya alasan sendiri," tutur Omar.
Sebagian yang kontra sebanyak 61% berpendapat ini beresiko terhadap pendapatan pajak. Dengan pajak gratis, pastinya pendapatan pajak akan turun dari pajak mobil barunya. Alasan lain menolak PPnBM nol persen ialah 28% menambah macet dan kerusakan lingkungan, dan 11% kebijakan elitis dan diskriminatif.
"Karena memang untuk kelas menengah, di sini pajak dipandang bukan untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," tutur Omar.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pabrik Mobil Masih Ngarep Ada Diskon Pajak Barang Mewah 5%