Internasional

Makin Panas, Mogok Besar-besaran Bakal Guncang Myanmar

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
22 February 2021 10:28
Students from the University of Medicine protest with brunches of Eugenia plants during an anti-coup protest in Mandalay, Myanmar, Sunday, Feb. 21, 2021. Police in Myanmar shot dead a few anti-coup protesters and injured several others on Saturday, as security forces increased pressure on popular revolt against the military takeover. (AP Photo)
Foto: AP/

Jakarta, CNBC Indonesia - Demonstrasi massa anti kudeta Myanmar makin menjadi. Meski total tiga orang tewas akibat tindakan aparat yang menembakkan senjata api, unjuk rasa akan tetap dilaksanakan kembali pada Senin (22/2/2021).

Melansir Reuters, para penentang kudeta menyerukan mogok masal dan meminta lebih banyak warga yang datang menghadiri demo. Padahal Minggu (21/2/2021) malam, aparat telah mengancam akan ada konfrontasi yang dapat menelan korban jiwa lagi jika warga tetap kembali turun ke jalan.

"Mereka yang tidak berani keluar, tinggal di rumah. Saya akan keluar dengan cara apa pun yang saya bisa. Saya mengharapkan Generasi Z (ikut). Mari bertemu mitra," kata Aktivis terkemuka Myanmar, Maung Saungkha, dalam postingan Facebook.

Unjuk rasa di tanggal 22 ini juga dianggap penting. Karena paduan tanggal 22, bulan dua, dan tahun 2021 dianggap sebagai tanggal baik. Bahkan massa membandingkannya dengan demonstrasi pada 8 Agustus 1988. Saat itu, protes anti-militer juga dilakukan dan berakhir dengan penumpasan oleh aparat.

Sebelumnya, demo mematikan terjadi di Mandalay Sabtu (20/2/2021). Sebanyak dua orang tewas termasuk satu remaja laki-laki. Massa yang disebut pekerja kapal yang mogok karena kudeta yang dilakukan militer. Bentrokan terjadi dan polisi menghujani massa dengan tembakan.

Ini menjadi korban ketiga dalam rentetan demonstrasi di Myanmar sejak pemimpin de facto Aung San Suu Kyi ditahan 1 Februari. Sebelumnya seorang perempuan juga meninggal akibat tertembak peluru tajam di kepala 9 Februari.

Sementara itu melalui media milik negara, MRTV, aparat memperingatkan pengunjuk rasa soal demo Senin. Warga anti kudeta diminta berhenti menghasut.

"Para pengunjuk rasa sekarang menghasut orang-orang, terutama remaja dan pemuda yang emosional, ke jalur konfrontasi di mana mereka akan menderita kehilangan nyawa," katanya.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Myanmar menegur beberapa negara asing. Mereka dianggap ikut campur dalam urusan negara itu.

Pihak berwenang (sudah) menahan diri sepenuhnya", kata Kementerian Luar Negeri dalam sebuah pernyataan.

Beberapa negara Barat mengutuk kudeta dan mengecam kekerasan terhadap pengunjuk rasa. Amerika Serikat (AS), Jepang, Singapura, Inggris dan Jerman juga mengutuk kekerasan itu dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan kekuatan mematikan tidak dapat diterima.

640 Orang Ditangkap

Penduduk di Yangon mengatakan jalan menuju beberapa kedutaan, termasuk kedutaan AS, diblokir pada hari Senin. Misi diplomatik telah menjadi titik berkumpul para pengunjuk rasa yang menyerukan intervensi asing.

Tentara merebut kekuasaan setelah menuduh partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (LND) curang dalam pemilu 8 November 2020. Bukan hanya Suu Kyi, sebagian besar petinggi partai juga ditangkap.

Asosiasi Bantuan Myanmar untuk Tahanan Politik mengatakan 640 orang telah ditangkap, didakwa atau dijatuhi hukuman sejak kudeta. Ini termasuk mantan anggota pemerintah dan penentang pengambilalihan militer.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Myanmar Demo, Militer Terapkan Jam Malam & Larang Pertemuan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular