
Saat Jusuf Kalla Pertanyakan Jokowi Soal Kritik ke Pemerintah

Tenaga Ahli Kepala Staf Kepresidenan Ade Irfan Pulungan menilai pernyataan JK terkesan ingin memprovokasi keadaan.
"Jadi sangat ironis sekali saya katakan, jika Pak Jusuf Kalla menyampaikan itu, dan disampaikannya dalam forum suatu partai, sepertinya dia ingin memanas-manasi atau memprovokasi keadaan untuk bisa memberikan arah kepada partai tersebut," kata Ade dalam keterangan tertulisnya kepada CNNIndonesia.com.
Ade meminta JK bisa memahami dan membedakan antara kritik, fitnah dan caci maki yang dilontarkan untuk pemerintah. Ia lantas mempertanyakan logika berpikir JK bila melontarkan pernyataan seperti demikian di forum parpol.
Ade menuturkan kebebasan berpendapat sudah diatur dalam aturan undang-undang di Indonesia. Menurutnya, siapapun bisa mengutarakan pendapat asalkan tak melanggar ketentuan pidana yang sudah diatur. Aparat penegak hukum, lanjut dia, sudah sepatutnya bertindak bila seseorang menyampaikan kritik disertai hujatan dan memenuhi unsur pidana.
"Itu sangat diatur oleh undang-undang, kalau ada kata-kata hujatan, caci maki, fitnah, ujaran kebencian tanpa ada bukti yang jelas dan telah memenuhi unsur-unsur pidana di dalamnya pasti aparat penegak hukum akan bertindak," kata Ade.
Menanggapi pernyataan tersebut, Juru Bicara JK, Husain Abdullah menegaskan, JK tidak sedikitpun memiliki niat untuk memprovokasi rakyat atau membuat runyam keadaan ketika mempertanyakan pernyataan Jokowi. Husain balik mempertanyakan bila pertanyaan JK itu dianggap provokasi. Jika bertanya saja dipersoalkan, kata dia, apalagi kalau mengkritik.
"Saya kira kita tidak perlu panas. Kalau bertanya saja sudah membuat panas, bagaimana pula kalau dikritik? Jadi sebaiknya ditanggapi secara konstruktif agar apa yang ingin dicapai pemerintah, yakni rakyat menyampaikan kritiknya secara baik dan benar sementara pemerintah menerimanya sebagai bagian dari proses demokrasi yang sehat," kata Husain saat dihubungi CNNIndonesia.com
Husain pun membeberkan, pertanyaan JK itu sebenarnya merupakan sebuah pandangan tokoh yang menyoroti indeks demokrasi Indonesia yang menurun berdasarkan survei The Economist Intelligence Unit (EIU). Dalam survei itu Indonesia dilaporkan menempati peringkat 64 dari 167 negara di dunia. EIU menyatakan skor indeks demokrasi Indonesia adalah 6,48 dalam skala 0-10.
Ia pun menyebut maksud JK saat itu adalah untuk menyoroti akar permasalahan indeks demokrasi Indonesia turun. JK, kata Husain, menyoroti pelbagai ihwal di antaranya mahalnya biaya demokrasi di Indonesia. Sebab menurut pandangan JK, untuk menjadi anggota parlemen atau Kepala Daerah butuh biaya yang tinggi.
"Sesudah kontestasi berlangsung, seorang politisi perlu mengembalikan investasinya. Saat itulah terjadi penurunan kualitas demokrasi. Ketika kualitas demokrasi menurun, terjadilah korupsi, itu kata Pak JK," jelas Husain.
Berita selengkapnya >>> Klik di sini