
Tekan Impor Bensin, RI Produksi Bensin Hijau 2,1 Juta KL 2030

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin (gasoline) RI masih banyak dipenuhi melalui impor. Upaya pemerintah menekan impor bensin ini tidak hanya dilakukan dengan meningkatkan produksi minyak berbasis fosil dengan meningkatkan kapasitas kilang minyak, namun juga mendorong produksi bensin "hijau" (green gasoline) yakni bensin berbasis bahan baku minyak sawit (crude palm oil/ CPO).
Berdasarkan data paparan yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana, produksi bensin hijau diperkirakan akan mencapai 2,1 juta kilo liter (kl) pada 2030 mendatang dari saat ini belum ada sama sekali.
Secara rinci, produksi bensin hijau ini terdiri dari pencampuran pengolahan minyak sawit (CPO) di kilang minyak yang telah ada (co-processing) sebesar 0,1 juta kl. Lalu, melalui pembangunan unit baru (stand alone) kilang pengolahan minyak sawit menjadi green gasoline sebesar 2 juta kl. Dengan demikian, total green gasoline pada 2030 bisa mencapai sebesar 2,1 juta kl.
Dadan mengatakan, selain mendorong bensin hijau ini, pemerintah juga terus mendorong solar berbasis sawit (green diesel). Adapun produksi green diesel pada 2030 diperkirakan mencapai 1,4 juta kl, terdiri dari green diesel dari co-processing 0,1 juta kl dan kilang stand alone 1,3 juta kl.
Sementara produksi biodiesel dari pabrik yang telah ada saat ini ditargetkan meningkat menjadi 10,4 juta kl pada 2030 dari saat ini 8,4 juta kl.
"Kami dorong biofuel, baik dari co-processing di kilang Pertamina yang ada sekarang di mana bakal diganti menjadi mengolah sawit dari dulunya mengolah minyak bumi, maupun kilang terpisah atau kilang terpisah atau stand alone," paparnya dalam Webinar Nasional 'Strategi Penguatan Kebijakan Pengelolaan Sawit', Rabu (10/02/2021).
Dia menyebut jika bahan baku sawit tidak seperti yang disampaikan oleh negara maju di mana kelapa sawit selalu disebut berdampak pada deforestasi, lingkungan, gambut, dan kemanusiaan.
"Bahan baku sawit tidak seperti yang disampaikan negara maju. Kita juga pastikan penggunaan siap, jangan ujug-ujug (tiba-tiba) jadi masyarakat tidak yakin. Suatu saat kita akan lihat bensin sawit kita akan terus pastikan spec kualitas sesuai standar," ujarnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pakai Green Diesel tapi Harganya Meroket ke Rp 14.000, Mau?
