
Pertamina Cetak Laba Rp 14 T di 2020, Begini Strateginya

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) mencetak laba US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun pada 2020 meski di tengah kondisi pandemi Covid-19.
Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini mengatakan, laba tersebut kemungkinan bisa bertambah karena kini masih dalam proses audit.
"Hingga Desember 2020, laba unaudited US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun. Semoga ada tambahan karena audit belum selesai" ungkapnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VII DPR RI, Selasa (09/02/2021).
Dia mengatakan, capaian positif dari kinerja keuangan Pertamina pada 2020 ini dikarenakan sejumlah strategi yang dilakukan perseroan, antara lain:
1. Efisiensi biaya usaha atau operasional.
Efisiensi operasional ini menurutnya berkontribusi terbesar dari keuntungan Pertamina di 2020.
2. Prioritas alokasi belanja modal (capital expenditure/ capex)
Dia mengatakan, dari rencana belanja modal US$ 6,4 miliar ditekan menjadi US$ 4,7 miliar. Hal ini dikarenakan adanya prioritas ulang dari alokasi belanja modal pada 2020.
3. Kenaikan volume penjualan BBM pada kuartal keempat
Dia mengatakan, meningkatnya penjualan BBM pada kuartal keempat 2020 bisa menahan laju penurunan penjualan BBM sepanjang 2020.
4. Pengakuan marketing fee (penjualan minyak mentah dan LNG)
Ini merupakan hasil dari koordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
5. Strategi Time to Buy
Untuk mengoptimalkan harga minyak mentah (crude) ketika masih rendah, maka saatnya untuk membeli minyak (time to buy).
6. Impairment aset hulu
"Ini masih proses audit oleh KAP dan BPK, belum selesai," ujarnya.
Dia pun menyebutkan dari sisi kinerja hulu migas, Pertamina mengalami penurunan produksi minyak dan gas bumi sebesar 3% menjadi 863 ribu barel setara minyak per hari (boepd) dari Revisi Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2020 sebesar 894 ribu boepd atau turun 4,2% dari realisasi 2019 yang mencapai 901 ribu boepd.
Sementara produksi minyak dan gas bumi terangkut (lifting) turun menjadi 704 ribu barel setara minyak per hari (boepd) dari 730 ribu boedp pada Revisi RKAP 2020 atau turun 4% dibandingkan lifting migas pada 2019 yang sebesar 734 ribu boepd.
Adapun harga minyak rata-rata (ICP) pada 2020 mencapai US$ 40 per barel, sesuai dengan Revisi RKAP 2020, namun lebih rendah dari 2019 yang mencapai US$ 62 per barel.
Sementara asumsi kurs rata-rata mencapai Rp 14.572 per US$, menguat 3% dari asumsi di Revisi RKAP sebesar Rp 15.000 per US$, dan melemah dari 2019 yang sebesar Rp 14.146 per US$.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pertamina Targetkan Laba Rp 28 T di 2021, Ini Pendongkraknya