Jakarta, CNBC Indonesia- Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengapresiasi capaian kinerja perusahaan yang mencatatkan laba US$ 1 miliar atau Rp 14 triliun sepanjang 2020. Padahal seperti perusahaan lainnya, pandemi Covid-19 juga memukul Pertamina dengan turunnya permintaan, harga minyak, hingga selisih kurs karena depresiasi rupiah.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan capaian pada semester I-2020 di mana perseroan mencatatkan kerugian sebesar US$ 767,92 juta atau setara Rp 11,33 triliun (asumsi kurs Rp 14.766 per US$).
Ahok tak segan menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dewan Direksi atas capaian ini. Dia juga mengapresiasi Dewan Direksi yang bekerja sama baik dengan Dewan Komisaris (Dekom), terutama dalam mengupayakan sejumlah penghematan di masa pandemi Covid-19.
"Berterima kasih kepada Dewan Direksi (atas capaian laba)," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (04/02/2021).
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan capaian laba bersih sebesar US$ 1 miliar atau Rp 14 triliun pada 2020 ini karena perseroan telah melakukan beberapa upaya, seperti meningkatkan produktivitas hulu migas dan kilang minyak.
Kemudian, melakukan efisiensi pada semua bidang, termasuk memotong biaya operasi (Operating Expense/ Opex) sebesar 30% dan memprioritaskan untuk anggaran investasi.
"Dan yang tidak kalah pentingnya adalah walaupun terkena triple shocks karena Covid-19 di tahun 2020, Pertamina berhasil membukukan keuntungan di atas US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun, di saat perusahaan-perusahaan migas dunia mengalami kerugian besar," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (04/02/2021).
Seperti perusahaan lainnya, Pertamina terpukul akibat pandemi Covid-19 dan mengalami triple shocks yakni penurunan harga minyak, penurunan permintaan minyak, dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Berbagai upaya dilakukan perusahaan untuk bertahan di masa pandemi, salah satunya memanfaatkan peluang saat rendahnya harga minyak mentah dunia pada awal pandemi Covid-19 pada April-Mei 2020 untuk mengimpor Bahan Bakar Minyak (BBM). Dengan demikian, saat harga minyak dunia kembali naik, terutama saat semester kedua 2020, biaya pokok produksi perseroan bisa ditekan.
"April-Mei kita beli minyak dalam jumlah besar dan disimpan di landed storage dan kapal, sehingga berdampak ke penurunan biaya pokok produksi," ujarnya.
Nicke mengakui capaian kinerja keuangan perseroan yang berhasil mencetak laba di atas US$ 1 miliar merupakan capaian yang membanggakan, terutama di tengah perusahaan migas global dunia menorehkan kerugian sepanjang 2020.
"Dan yang tidak kalah pentingnya adalah walaupun terkena triple shocks karena Covid-19 di tahun 2020, Pertamina berhasil membukukan keuntungan di atas US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun, di saat perusahaan-perusahaan migas dunia mengalami kerugian besar," kata Nicke.
Sementara itu, perusahaan migas dunia seperti Exxon Mobil Corporation, Chevron Corporation, dan BP melaporkan kinerja keuangan mereka yang melemah sepanjang 2020. Ketiganya mencatatkan kerugian selama 2020.
BP, perusahaan migas asal Inggris, membukukan rugi bersih sebesar US$ 5,7 miliar selama 2020, anjlok signifikan dibandingkan dengan capaian laba bersih sebesar US$ 10 miliar pada 2019, seperti dikutip dari CNBC International, Selasa (02/02/2021).
Sementara Exxon Mobil mencatatkan kerugian sebesar US$ 20,1 miliar selama kuartal keempat 2020, menandai kerugian empat kuartal berturut-turut karena raksasa energi itu bergulat dengan dampak pandemi.
Chevron pun membukukan kerugian US$ 11 juta pada kuartal keempat 2020, membuat total kerugian selama 12 bulan sepanjang 2020 mencapai US$ 5,54 miliar, dibandingkan pencapaian laba sebesar US$ 2,92 miliar pada 2019.