
Ekonomi RI Terburuk Sejak Krismon, Tapi Ada Kabar Baik Lho...

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2020 menjadi periode kelam bagi perekonomian nasional. Untuk kali pertama sejak krisis moneter 1998, Indonesia jatuh ke jurang resesi. Ekonomi di tahun 2020 minus 2,07%. Namun tidak semua sektor mengalami kontraksi, ada beberapa yang melambat tapi ada juga yang melesat.
Dari 16 klasifikasi lapangan usaha, sebanyak 9 sektor mengalami kontraksi, 5 sektor mengalami perlambatan pertumbuhan dan 2 sektor tumbuh signifikan. Sektor-sektor yang sensitif terhadap mobilitas publik menjadi yang paling terdampak.
Sektor jasa sekarat. Output lapangan usaha transportasi dan pergudangan anjlok 13,42% (yoy) pada kuartal terakhir tahun 2020. Padahal di tahun sebelumnya sektor ini masih mampu tumbuh 7,55% (yoy). Penerapan PSBB menjadi biang kerok jatuhnya output sektor transportasi dan pergudangan.
Sektor kedua yang juga turut menyumbang penurunan produk domestik bruto (PDB) Indonesia adalah akomodasi makan dan minum yang drop 8,88%. Restoran sepi pengunjung saat pembatasan diterapkan. Omzet pun anjlok.
Kendati masyarakat masih bisa menikmati makanan dan minuman yang dijual oleh restoran lewat jasa online delivery, intensitas yang tinggi dari kebijakan work from home juga membuat masyarakat lebih memilih untuk memasak.
Di sisi lain kunjungan wisatawan baik domestik maupun asing juga menurun drastis. Adanya pengetatan saat momen-momen siklikal seperti hari raya Idul Fitri dan Natal serta Tahun Baru turut menekan output sektor ini.
Sektor jasa perusahaan menjadi sektor ketiga yang anjloknya signifikan. Pada kuartal keempat tahun 2019 output jasa perusahaan tumbuh dobel digit di angka 10,49%. Namun pada periode September-Desember tahun 2020, outputnya ambles 7,02%.
Sektor-sektor yang masih tumbuh positif tetapi melambat antara lain pertanian, kehutanan, perikanan, administrasi pemerintahan, pendidikan, real estat, dan pengadaan air.
Sementara sektor yang melesat ada dua yakni informasi dan komunikasi dan kesehatan serta kegiatan sosial. Kedua sektor ini mampu tumbuh dobel digit alias lebih dari 10% akibat tren wfh dan adanya pandemi Covid-19.
Sebagai sektor dengan kontribusi terbesar terhadap PDB, output industri pengolahan pun ikut terkontraksi. Namun menariknya tidak semua industri pengolahan mengalami kontraksi.
Setidaknya ada dua sub-sektor industri pengolahan yang tumbuh impresif. Pertama adalah industri logam dasar yang mampu tumbuh 11,46% (yoy) karena tingginya permintaan eksternal terhadap produk logam dasar terutama feronikel.
Industri kimia, farmasi dan obat tradisional tumbuh 8,45% (yoy) didukung oleh peningkatan permintaan domestik terhadap sabun, handsanitizer, disinfektan, obat-obatan, multivitamin dan suplemen makanan.
Industri pengolahan lain seperti alat angkutan, barang galian non-logam, tekstil dan pakaian jadi hingga pengolahan tembakau mengalami kontraksi lebih dari 10% (yoy) di kuartal terakhir tahun 2020.
Hampir semua sektor lapangan usaha mengalami kontraksi pada kuartal kedua tahun 2020 akibat PSBB di sebagian besar wilayah Tanah Air pada April-Juni. Dengan adanya pelonggaran beberapa sektor berangsur pulih pada kuartal ketiga dan keempat.
Resesi akibat pandemi Covid-19 sudah terjadi. Tiga kuartal berturut-turut kue ekonomi Indonesia menyusut. Tahun 2021 membawa harapan bagi ekonomi Tanah Air ditopang oleh vaksinasi yang sudah mulai berlangsung, kebijakan makroekonomi yang akomodatif dan penguatan harga komoditas.
Namun kecepatan vaksinasi yang jauh lebih lambat dari transmisi atau penularan virus Corona jenis baru (SARS-CoV-2) menjadi ancaman yang serius bagi prospek pemulihan ekonomi RI.
Sebagai negara dengan populasi yang besar, menggeber vaksinasi Covid-19 terhadap 175 juta orang dalam satu tahun bukan perkara mudah. Apalagi kondisi geografis RI yang luas dan terfragmentasi.
Negara-negara dengan jumlah populasi yang lebih besar dari 50 juta jiwa dan wilayah yang luas memang cenderung lebih lambat dalam melakukan vaksinasi, kecuali bagi mereka yang kaya dan memiliki pendapatan per kapita tinggi dan telah mengamankan sejumlah besar pasokan vaksin Covid-19 yang masih minim seperti AS dan Inggris.
Baik Bank Dunia maupun IMF memproyeksi ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas 4% tahun ini. Lewat instrumen fiskal berupa APBN anggaran belanja pemerintah dipatok sebesar Rp 2.750 triliun untuk tahun ini.
Fokus pemerintah adalah demand creation, alokasi terbesar APBN adalah untuk bantuan sosial, pembangunan infrastruktur dan kesehatan guna penanganan Covid-19 dan vaksinasi.
Indonesia kini sudah memiliki kendaraan investasi sendiri. Namanya Indonesia Investment Authority (INA) yang merupakan kendaraan investasi RI (souvereign wealth fund/SWF) untuk menggeber pembangunan infrastruktur di dalam negeri dengan basis pembiayaan non-utang,
Adanya SWF dan UU Cipta Kerja yang investor friendly diharapkan bakal menopang sektor konstruksi yang anjlok di tahun 2020.
Sektor industri kesehatan juga akan tetap tumbuh positif tahun ini karena masih tingginya permintaan terhadap berbagai jenis produk medis seperti APD, obat-obatan, vaksin, jarum suntik hingga multivitamin.
Sektor pertanian juga diharapkan masih bisa tumbuh positif dengan adanya outlook kenaikan harga komoditas serta adanya perbaikan produksi berbagai jenis tanaman pangan dan hortikultura.
Sekali lagi untuk sektor yang sensitif terhadap mobilitas publik seperti pariwisata, transportasi, perhotelan dan restoran diperkirakan masih belum bisa pulih dengan cepat. Kendati vaksinasi sudah dijalankan tetapi kebijakan pembatasan mobilitas kemungkinan masih diterapkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Siap-Siap Resesi