PPKM Kurang Nendang! RI Perlu Lockdown, Pak Jokowi?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
02 February 2021 17:10
Penutupan Kawasan Kota Tua (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Penutupan Kawasan Kota Tua (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Hari ini Indonesia kedatangan lagi 10 juta dosis vaksin dari Sinovac. Program vaksinasi massal juga sudah dijalankan sejak pertengahan Januari setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai vaksin CoronaVac suci dan halal serta BPOM memberi lampu hijau untuk penggunaan darurat karena memiliki tingkat keampuhan teoritis 65,3% di atas standard WHO 50%. 

Presiden Joko Widodo bahkan sudah menerima suntikan kedua vaksin Covid-19 akhir Januari lalu. Namun vaksinasi di Tanah Air berjalan dengan lambat. Target utama vaksinasi Covid-19 adalah kekebalan komunal (herd immunity).

Untuk bisa ke sana, setidaknya 70% atau sekitar 160 juta orang dari total populasi penduduk RI harus divaksinasi. Apabila target herd immunity ingin dicapai dalam waktu 1 tahun maka jumlah orang yang harus divaksinasi setiap harinya mencapai 481.178. Karena satu orang membutuhkan dua kali suntikan (2 dosis) maka total dibutuhkan 962.356 dosis per hari.

Sayangnya sejak vaksinasi dijalankan, perkembangannya terbilang lelet. Berdasarkan data Our World in Data, total dosis vaksin yang sudah diberikan di Indonesia per 31 Januari 2021 adalah 515.681. Artinya rata-rata dosis yang diberikan adalah 52.348 per hari, sangat jauh di bawah target.

Sebagai negara dengan populasi yang besar dan wilayah geografis yang terfragmentasi, melakukan program vaksinasi masal dalam waktu singkat menjadi tantangan besar yang harus dihadapi oleh pemerintah RI.

Sementara program vaksinasi Covid-19 dijalankan, masyarakat Indonesia harus tetap menjalankan protokol kesehatan 3M (menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak) saat beraktivitas.

Pemerintah juga harus terus menggenjot 3T (testing, tracing dan treatment). Namun selama ini kebijakan ini masih jauh dari kata optimal. Padahal pandemi Covid-19 sudah hampir 1 tahun merebak di dalam negeri.

Indonesia membutuhkan kebijakan lain yang lebih tegas (bold) untuk menangani pandemi. Salah satu opsi yang tersisa saat ini adalah lockdown ketat.

Kendati dampak ke perekonomiannya akan sangat serius dan menimbulkan pro-kontra tetapi jika melihat negara-negara yang menerapkan lockdown cenderung berhasil menekan pandemi walau masih diterpa gelombang infeksi lanjutan karena vaksin yang benar-benar ampuh dan teruji belum tersedia.

Di negara-negara Eropa seperti Inggris dan Jerman, lockdown terbukti mampu menekan angka pertambahan kasus harian hingga lebih dari 50% dalam kurun waktu satu bulan.

Meski terbukti berhasil menekan pertambahan kasus, lockdown di dua perekonomian terbesar Eropa tersebut bukan tanpa protes keras dari masyarakatnya. Apabila RI berniat untuk lockdown salah satu tantangan terbesarnya adalah kultur masyarakat.

Selain kultur masyarakat, tantangan lainnya adalah kapasitas pemerintah terutama terkait ruang fiskal yang sudah semakin sempit dengan bengkaknya APBN lebih dari 5% di tahun 2020.

Agar lockdown bisa efektif pemerintah perlu menggunakan strategi komunikasi publik yang yang efektif di mana ini menjadi poin yang kurang selama ini dan banyak disoroti berbagai pihak. 

Selain harus menjamin pasokan kebutuhan masyarakat saat lockdown, pemerintah juga perlu menggenjot 3T menambah kapasitas dan fasilitas rumah sakit serta ketersediaan tenaga kerja. Vaksinasi juga harus terus digeber. 

Sekali lagi, butuh bold decision untuk membawa keluar Indonesia dari tragedi kemanusiaan abad ini akibat pandemi Covid-19. Namun ingat juga yang tidak kalah penting adalah koordinasi dan keselarasan kebijakan antar lembaga pemerintahan dan pusat dengan daerah.

Jangan sampai kesalahan saat awal pandemi karena perbedaan sikap antara pusat dan daerah dan antar kementerian malah menjadikan ongkos penanganan pandemi semakin mahal.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/twg)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular