
Produk RI yang Bikin Malaysia Resah Ternyata Ada Kelemahannya

Jakarta, CNBC Indonesia - Keramik Indonesia dianggap punya daya saing antara lain dimanjakan dengan harga gas yang murah. Produk ini sempat bikin khawatir negara tujuan ekspor seperti Malaysia karena dianggap mengancam industri keramik Malaysia. Bisa klik di sini.
Namun, tidak semua pengusaha dalam negeri di bidang ini mampu untuk menyediakan keramik produk premium (homogenous tile) seperti porselen (Porcelain tiles), padahal kebutuhan terus meningkat. Indonesia masih harus mengimpornya, di sini lah titik kelemahan yang harus dibenahi.
"Porselen tile mempunyai market yang berbeda. Porselen tile segmentasi pasarnya lebih ke mal, perkantoran dan perumahan mewah. Dulu mal pada era 1990 masih menggunakan keramik, namun mal baru sekarang seperti Central Park dan yang lain sudah menggunakan Porselen tile," kata Ketua Forum Suplier Bahan Bangunan Indonesia Antonius Tan, Selasa (2/2/21).
Meski kebutuhannya ada, namun tidak semua pelaku usaha keramik mampu memproduksi porselen, yakni kurang dari 10 meski jumlah produsen ada sekitar 39 perusahaan. Hal ini karena bahan baku untuk membuat produk premium itu, yakni white clay tidak banyak di Indonesia, sedangkan yang berlimbah adalah red clay untuk produk non porselen.
"Selain itu teknologi. Ini yang ingin saya pacu untuk pelaku industri dalam negeri untuk berinovasi. Karena marketnya ada nih, semua bangunan - bangunan baru seperti perumahan, mal, hotel dan kantor sudah menggunakan porselen tile. Karena produknya lebih baik dari presisi atau ukuran dan keindahan," sebut Antonius.
Jika tidak bersiap maka yang terjadi industri dalam negeri bakal kesulitan untuk bersaing ke depannya. Bukan tidak mungkin, pasar yang ada kembali menjadi sasaran empuk bagi produk impor.
"Menurut data kapasitas porselen sebesar 170 juta per tahun. Nah yang baru bisa dipenuhi baru 60 juta," paparnya.
Demi mendorong pelaku manufaktur bisa bergerak lebih leluasa, pemerintah sudah memfasilitasi dengan memberikan harga gas industri turun menjadi US$ 6 per MMBTU. Fasilitas itu seharusnya menjadikan industri lebih giat lagi dalam menghasilkan inovasi produk, misalnya memperbanyak produksi porselen dibanding saat ini.
"Keramik kita punya daya saing tinggi terutama non porselen bagus sekali canggih-canggih, tapi belum berinovasi di kelas porceline beberapa pelaku mulai kita dukung ayo cepatan, supaya kita nggak impor-dalam, dalam negeri kan lebih enak. Apalagi gas industri sangat membantu bagi pelaku industri keramik," jelas Antonius.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Produk RI Bikin Resah Malaysia, Akhirnya Gagal Dihambat!