
Penjelasan Lengkap Pungutan Pajak Pulsa & Token Listrik

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan bahwa kebijakan ini dirasa menjadi salah satu hal yang dapat menghindarkan PPN berlapis.
Menurutnya, selama ini pajak yang dikenakan berlipat yakni dari perusahaan penyedia layanan telekomunikasi kepada distributor pertama dan distributor pertama ke distributor kedua.
Kemudian, distributor kedua juga memberlakukan PPN bagi penjual ritel (eceran). Lalu penjual ritel juga mengenakan PPN 10% ke konsumen.
"Dengan PMK dibatasi pemungutan sampai distributor tingkat dua," jelasnya.
Selain itu hal ini juga memberikan kepastian bagi penjual pulsa eceran. Di mana banyak yang tidak mengenakan PPN bagi konsumennya.
"Jadi sebenarnya sekarang pun, kalau kemudian pengecer diperiksa kok nggak pungut (PPN) bisa jadi masalah, dengan PMK diberikan kepastian pemungutan PPN jadi sampai tingkat dua," tegasnya.
Sementara itu, untuk pengenaan PPN bagi voucher hingga token listrik yang dipajaki adalah selisih dari harga jual dan nominal voucher atau token.
"Kayak market place jual token dapat fee dari pembeli. Yang terhutang PPN yang atas jasa. Bukan nilai tokennya." Kata dia.
Ia menjelaskan, misalnya market place menjual voucher nilai Rp 500 ribu seharga Rp 505 ribu, maka yang dikenakan PPN adalah selisihnya yang sebesar Rp 5 ribu.
"Jadi selisihnya yang dikenakan PPN," tegasnya.
(roy/roy)[Gambas:Video CNBC]