'Kebal' Corona, Impor LPG Malah Melesat 9,5% di 2020

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
19 January 2021 18:25
Distribusi LPG 3 Kg . (Dok. Pertamina)
Foto: Distribusi LPG 3 Kg . (Dok. Pertamina)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia masih punya pekerjaan rumah di sektor energi, salah satunya yaitu menekan impor liquefied petroleum gas (LPG). Meski pandemi Covid-19 menyerang pada tahun lalu, namun nyatanya tak memengaruhi konsumsi LPG nasional.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), konsumsi LPG pada 2020 malah naik 2,3% menjadi 7,96 juta metrik ton (MT) dari 7,78 juta MT pada 2019.

Peningkatan konsumsi LPG ini berdampak pada peningkatan impor pada 2020. Bahkan, impor LPG melonjak lebih besar dibandingkan persentase kenaikan konsumsi yakni sekitar 9,5% menjadi 6,25 juta MT dari 5,71 juta MT pada 2019.

Berdasarkan data tersebut, impor LPG terlihat terus meningkat, terutama sejak 2016. Pada 2016 impor LPG sebesar 4,48 juta MT, lalu pada 2017 naik menjadi sebesar 5,46 juta MT, dan 2018 naik lagi menjadi sebesar 5,57 juta MT.

Untuk 2021, impor LPG diperkirakan mencapai sekitar 6,16 juta MT dengan asumsi permintaan 8,10 juta MT dan produksi 1,94 juta MT.

Pemerintah pun berupaya menekan impor LPG melalui sejumlah program, antara lain melalui peningkatan pemasangan jaringan gas kota (jargas) untuk keperluan rumah tangga, menggencarkan program kompor listrik, hingga proyek gasifikasi batu bara, yakni mengonversi batu bara kalori rendah menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagi substitusi LPG.

Dalam mendorong hilirisasi batu bara, pemerintah menyiapkan beberapa insentif. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (19/01/2021).

Dia menjabarkan, setidaknya ada tiga bentuk insentif untuk mendukung program gasifikasi batu bara ini, antara lain:

1. Pengurangan tarif royalti batu bara khusus untuk gasifikasi batu bara hingga 0%.

2. Harga khusus batu bara untuk gasifikasi.

3. Jangka waktu masa Izin Usaha Pertambangan (IUP), di mana bila terintegrasi dengan kegiatan hilirisasi, IUP dijamin memperoleh perpanjangan selama 10 tahun setiap kali perpanjangan selama memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Produksi Stagnan, Impor LPG RI Terus Meroket Hingga 2024

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular