
Sedih! IMF Gambarkan Sektor Pariwisata yang Sedang Sekarat

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi Covid-19 membuat sektor pariwisata sengsara. Bisnis perjalanan, hotel, hingga restoran sekarat karena mobilitas publik yang menjadi 'darah' bagi industri tersebut alirannya terhambat.
Saat pandemi merebak, banyak negara menerapkan karantina wilayah (lockdown) dan larangan bepergian maupun kunjungan dari negara lain. Perbatasan ditutup rapat. Masyarakat terpaksa harus terkunci di dalam rumah dan membatalkan rencana liburannya.
Kunjungan turis di paruh pertama tahun lalu anjlok 65%. Jauh lebih dalam dari kontraksi pada krisis keuangan global 2008 di angka minus 8% dan kontraksi saat wabah SARS merebak 17 tahun silam di minus 17% menurut laporan Dana Moneter Internasional (IMF).
Kunjungan turis global sempat naik ketika pelonggaran lockdown dilakukan. Jumlah pelancong meningkat dari 5 juta menjadi 38 juta secara global. Namun seiring dengan terjadinya gelombang kedua Covid-19, jumlah pelancong pun kembali turun.
Tahun 2020 ekonomi global diramal terkontraksi 4,4%. Namun negara-negara yang perekonomiannya sangat bergantung pada sektor pariwisata produk domestik brutonya (PDB) anjlok jauh lebih dalam.
Negara-negara di kawasan Kepulauan Karibia ekonominya diramal nyungsep12%. Bahkan Fiji diramal minus 21%. Di antara negara-negara G20 kontribusi sektor pariwisata menyumbang 10% serapan tenaga kerja dan rata-rata menyumbang 9,5% PDB.
Di Italia, Meksiko, dan Spanyol kontribusi sektor pariwisata mencapai 14%. Berdasarkan kalkulasi IMF penurunan aktivitas publik selama enam bulan dapat menurunkan output perekonomian sebesar 2,5-3,5%.
Sektor pariwisata diramal akan pulih dalam waktu yang paling lambat. Industri pariwisata diramal belum akan pulih ke level 2019 sebelum tahun 2023.
Kini meski program vaksinasi masal Covid-19 sudah banyak dilakukan di berbagai negara, tetapi untuk mengimunisasi miliaran orang penduduk bumi butuh waktu tahunan. Di saat yang sama wabah Covid-19 masih terus merebak dengan laju yang lebih cepat.
Di China yang selama ini sudah cukup 'adem' dari serangan patogen ganas itu, kini kembali melaporkan lonjakan kasus yang signifikan.
Pada hari Rabu, Komisi Kesehatan Nasional melaporkan total 115 kasus baru yang dikonfirmasi di daratan, dibandingkan dengan 55 hari sebelumnya, peningkatan harian tertinggi sejak 30 Juli. Dikatakan 107 dari kasus baru adalah infeksi lokal.
Sebagian besar kasus baru dilaporkan di dekat ibu kota, Beijing, tetapi sebuah provinsi di timur laut jauh juga mengalami peningkatan infeksi. Hebei, provinsi yang mengelilingi Beijing, menyumbang 90 kasus, sementara provinsi Heilongjiang timur laut melaporkan 16 kasus baru.
Kenaikan kasus Covid-19 yang signifikan membuat China kembali memutuskan untuk mengetatkan langkah-langkah pembatasan sosial. Setidaknya tiga kota di Provinsi Hebei yakni Shijiazhuang, Xingtai dan Langfang dikarantina (lockdown).
Sementara itu Beijing juga meningkatkan kewaspadaan melalui skrining untuk mencegah terbentuknya klaster di wilayah tersebut. Gelombang infeksi kemungkinan akan meredam liburan Tahun Baru Imlek bulan depan, ketika ratusan juta orang biasanya melakukan perjalanan ke kota asal mereka.
Jauh lebih sedikit yang diperkirakan akan melakukan pekerjaan tahun ini, dan banyak provinsi telah meminta pekerja migran untuk tetap tinggal selama liburan.
"Lonjakan kasus besar-besaran tidak mungkin terjadi selama liburan jika tindakan pengendalian dan pencegahan diterapkan dengan benar", kata Feng Zijian, wakil direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China, sebagaimana diwartakan Reuters.
Ratusan juta masyarakat China terancam gagal untuk pulang kampung. Ekonomi Negeri Panda juga menghadapi risiko tidak mampu memanfaatkan momentum tahunan untuk memacu roda perekonomiannya lebih kencang.