
SBY Sebut Utang di Era Jokowi Tinggi & Tidak Aman, Cek Nih!

Jakarta, CNBC Indonesia - Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), presiden kelima Republik Indonesia, berkomentar di media sosial mengenai kebijakan pembiayaan, eh utang, pemerintah. Menurut laki-laki asli Pacitan (Jawa Timur) itu, utang pemerintah mungkin bisa dibilang agak kebablasan.
"Utang yang ada menurut saya sudah sangat tinggi dan karenanya tidak aman. Persoalannya bukan hanya meningkatnya rasio utang terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia, tetapi yang berat adalah utang yang besar itu sangat membebani APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) kita. Membatasi ruang gerak ekonomi kita," tulis SBY dalam unggahan di Facebook.
Pada 2019, rasio utang pemerintah terhadap PDB ada di 30,18%. Naik dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 29,78%.
Tahun lalu rasio ini melonjak tajam. Per akhir November 2020, total utang pemerintah mencapai Rp 5.910,64 triliun yang setara dengan 38,13% dari PDB.
Namun 2020 sangat berbeda. Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) membuat pemerintah harus menjadi juru selamat. Pemerintah harus hadir baik itu di aspek kesehatan maupun sosial-ekonomi karena dunia usaha dan rumah tangga terpukul luar biasa akibat pandemi.
Kenaikan utang tidak hanya terjadi di Indonesia. Pemerintah di hampir seluruh negara juga menggelotorkan stimulus fiskal yang tentu harus dibiayai. Dengan kondisi penerimaan pajak yang seret akibat ekonomi mati suri karena pandemi, suka tidak suka stimulus fiskal harus dibiayai dengan utang.
![]() |
HALAMAN SELANJUTNYA >> Pembayaran Bunga Utang Batasi Kemampuan APBN
Akan tetapi, SBY menggarisbawahi bahwa masalah utang bukan hanya aman atau tidak aman, yang dilihat dari rasionya terhadap PDB. Hal yang juga penting adalah bagaimana membayar utang itu, apakah bakal membatasi kemampuan pemerintah dalam bidang lain?
"Betapa beratnya ekonomi kita jika misalnya 40% lebih belanja negara harus dikeluarkan untuk membayar cicilan dan bunga utang. Jadi, jangan hanya berlindung pada persentase debt-to-GDP ratio yang dianggap masih aman dan diperbolehkan undang-undang. Bukan di situ persoalannya," tegas SBY.
Bagaimana situasi utang pemerintah pada era pemerintahan SBY dan Joko Widodo (Jokowi)? Apakah memang utang pemerintah sudah kebablasan?
Dari sisi pertumbuhan, rata-rata utang pemerintah pada masa pemerintahan Jokowi periode pertama (2015-2019) naik 12,96% per tahun. Sedangkan rata-rata pertumbuhan utang pada masa pemerintahan SBY periode kedua (2010-2014) adalah 10,51% per tahun dan pada periode pertama (2005-2009) hanya 4,38% per tahun.
SBY menyinggung soal pembayaran bunga utang yang membuat manuver APBN menjadi terbatas. Apakah pada masa pemerintahan Jokowi pos ini semakin meningkat?
Selama 2015-2019, rata-rata rasio pembayaran bunga utang terhadap belanja negara secara keseluruhan adalah 10,56% per tahun. Sedangkan pada 2010-2014 adalah 7,36% dan 2005-2009 ada di 10,83%. Rasio pembayaran bunga utang pada era Jokowi lebih tinggi ketimbang SBY periode kedua, tetapi lebih rendah ketimbang pemerintahan SBY jilid I.
HALAMAN SELANJUTNYA >> Tekan Utang, Pajak adalah Kunci!
Negara punya kewajiban untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Oleh karena itu, pemerintah kudu menjamin kehidupan yang layak bagi kemanusiaan kepada seluruh rakyat Indonesia.
Untuk itu tentu butuh modal, dan modal utama pembangunan adalah penerimaan pajak. Sayangnya, setoran pajak di Ibu Pertiwi makin tahun malah makin terlihat lesu.
Pada 2015-2019, rasio penerimaan pajak terhadap PDB (tax ratio) Indonesia rata-rata adalah 10,2% per tahun. Sementara pada 2010-2014 adalah 11,04% dan 2005-2009 sebesar 12,31%.
Jadi wajar saja pemerintah terpaksa berpaling kepada utang untuk membiayai berbagai kebutuhan. Sebab kalau pemerintah memilih mengurangi kualitas dan kuantitas belanja untuk menekan utang, bisa-bisa kesejahteraan rakyat menjadi taruhannya.
Oleh karena itu, kunci utama untuk mengendalikan utang adalah dengan menggenjot penerimaan pajak. Hal ini memang sulit diharapkan saat ekonomi masih terjerat oleh pandemi. Selama pandemi masih menghantui, ekonomi tidak akan berlari sesuai kapasitasnya sehingga otomatis setoran pajak pun terbatas.
Setelah pandemi berakhir, harapan itu ada dengan kehadiran vaksin, maka salah satu pekerjaan utama pemerintah adalah mengembalikan setoran pajak yang hilang. Apalagi utang terlanjur meninggi karena kebutuhan penanganan pandemi. Peran pajak akan semakin vital untuk mengembalikan kesehatan APBN.
Sekarang pemerintah sedang bermurah hati, memberikan insentif dan stimulus agar Indonesia bangkit dari nestapa akibat pandemi. Namun ketika pandemi sudah berlalu, jangan heran kalau pemerintah bakal 'galak' soal pajak ya...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Ramalan Ngeri Rasio Utang RI, 2 Tahun Meroket Gara-gara Covid