Ternyata Ini Alasan Kenapa Iuran BPJS Mandiri Kelas III Naik

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
04 January 2021 09:42
Dok: BPJS Kesehatan
Foto: Dok: BPJS Kesehatan

Jakarta, CNBC Indonesia - Mulai Januari 2021, iuran BPJS Kesehatan untuk peserta Kelas III Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP), naik menjadi sebesar Rp 35.000 per bulan dari sebelumnya Rp 25.500.

Keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan Kelas III bagi peserta PBPU dan BP dikarenakan pemerintah akan mengurangi beban bantuan iuran di tahun 2021. Sebelumnya, bantuan iuran yang diberikan oleh pemerintah sebesar Rp 16.500 untuk setiap orang per bulan, kini menjadi hanya Rp 7.000 untuk setiap orang per bulan.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menjelaskan, keputusan mengurangi besaran bantuan iuran kepada peserta mandiri BPJS Kesehatan Kelas III sejalan dengan keputusan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020.

Pengurangan besaran bantuan iuran, kata Askolani, juga sekaligus untuk menyeimbangkan kebijakan fiskal APBN 2021. Alasan lain adalah dalam rangka menjaga keberlanjutan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Peran pemerintah nyata untuk membantu masyarakat yang kurang mampu khususnya, serta pengelolaan JKN secara komprehensif," ujar Askolani kepada CNBC Indonesia seperti dikutip Senin (4/1/2021).

Seperti dikutip Perpres 64/2020, disebutkan untuk menjaga kualitas dan kesinambungan program JKN, kebijakan pendanaan JKN, termasuk kebijakan iuran, perlu disinergikan dengan kebijakan keuangan negara secara proporsional dan berkeadilan, dengan memperhatikan pertimbangan dan amar putusan Mahkamah Agung Nomor 7 P/HUM/2020.

NEXT: Perlukah ditunda?

Sejumlah masyarakat mendesak pemerintah untuk menunda kenaikan iuran BPJS Kesehatan Kelas III untuk Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) atau kelas mandiri, yang akan berlaku pada Januari 2021.

Indra Rusmi, Johan Imanuel, dan Bireven Aruan merupakan masyarakat Indonesia yang juga merupakan Pemohon Hak Uji Materiil Perpres No 64/2020 terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Mereka mendesak pemerintah untuk menunda kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Indra Rusmi mengatakan, akibat pandemi Covid-19, kondisi ekonomi setiap warga negara Indonesia (WNI) belum pulih. Oleh karena itu, tidak tepat jika iuran BPJS Kesehatan tetap dinaikkan.

"Pasal 2 UU BPJS mengatakan dasar penyelenggaraan BPJS harus lah Kemanusiaan, Manfaat, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini merupakan asas dasar penyelenggaraan BPJS yang harus diperhatikan sebagai pedoman dalam membuat kebijakan," ujar Indra dalam keterangan tertulisnya yang diterima CNBC Indonesia, Selasa (29/12/2020).

Ada pula Johan Imanuel yang mengatakan persoalan iuran BPJS Kesehatan menjadi masalah banyak kalangan sejak diterbitkannya Perpres Kenaikan Iuran BPJS tahun 2019 yang kemudian diubah tahun 2020 karena adanya Putusan Mahkamah Agung.

Johan memandang, sebenarnya persoalan iuran BPJS Kesehatan bagi peserta mandiri benar-benar selesai dan tuntas jika Putusan MA Nomor 7P/HUM/2020 dilaksanakan secara tepat.

Dia menyayangkan putusan MA tidak dilaksanakan secara komprehensif, sehingga iuran tetap mengalami kenaikan pada 2021 melalui Perpres Nomor 64 Tahun 2020.

"Sehingga wajar jika timbul pertanyaan dari peserta, sampai kapan iuran BPJS Kesehatan mencemaskan peserta?" kata Johan.

Sementara itu Bireven Aruan, perwakilan lainnya, menambahkan seharusnya Manajemen BPJS Kesehatan lebih kreatif untuk mengatasi defisit keuangannya.

Manajemen BPJS seharusnya menanggapi dengan cerdik tanpa perlu menimbulkan keberatan masyarakat.

Creative thinking yang harus dilakukan Manajemen BPJS, menurut Bireven adalah dengan cara menciptakan program yang mirip dengan yang dilakukan oleh perusahaan asuransi swasta. Tujuannya adalah agar BPJS dapat menarik peserta yang berpenghasilan tinggi dengan tetap berdasarkan prinsip gotong royong.

NEXT: BPJS sudah surplus?

Sejak BPJS Kesehatan beroperasi pada 2014 lalu, diketahui badan resmi yang pengawasannya langsung kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini, arus kasnya belum pernah tercatat mengalami surplus.

Namun, di tahun 2020, untuk pertama kalinya, BPJS Kesehatan mengklaim akan ada surplus hingga Rp 2,56 triliun.

Saat melakukan rapat bersama Komisi IX DPR pada September 2020 lalu, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris menjelaskan, adanya proyeksi surplus arus kas lembaga yang dipimpinnya tersebut, berdasarkan tiga periode berlakunya besaran iuran.

Pertama, pada Januari-Maret 2020, BPJS memperoleh iuran sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan, yaitu sebesar Rp 160.000 untuk Kelas I, Rp 110.000 untuk Kelas II dan Rp 42.000 untuk Kelas III.

Kemudian, pada April-Juni, BPJS Kesehatan memperoleh besaran iuran berdasarkan Perpres 82/2018, dimana iuran BPJS Kesehatan sempat turun. Yakni iuran untuk kelas I Rp 80.000, Kelas II Rp 51.000, dan Kelas III Rp 25.500.

Akhirnya, keputusan terakhir, sesuai dengan Perpres 64/2020, iuran BPJS Kesehatan pada pada Juli-Desember, sebesar Rp 150.000 untuk kelas I, Rp 100.000 untuk kelas II, dan Rp 42.000 untuk kelas III.

Dari perubahan iuran itu, Fachmi merinci, akan ada penerimaan sebesar Rp 130,7 triliun, dengan total pengeluaran dalam rencana kerja diproyeksikan Rp 128 triliun.

"Disini kami kemudian memproyeksikan pada baseline Juli 2020. Di akhir tahun 2020, ini diperkirakan akan ada surplus arus kas sebesar Rp 2,56 triliun. Dengan sudah memperhitungkan dampak pandemi covid-19, biaya bayi lahir. Dengan tindakan dan asumsi penundaan iuran PBPU," jelas Fachmi saat rapat dengan Komisi IX DPR, Kamis (17/9/2020).

Dia juga menjelaskan bahwa proyeksi tersebut dapat terealisasi karena BPJS Kesehatan telah melunasi seluruh utang jatuh tempo kepada seluruh rumah sakit.

Sepanjang Januari-Agustus 2020, BPJS Kesehatan telah membayarkan klaim senilai Rp71,33 triliun kepada fasilitas kesehatan. "Sehingga Juli 2020 sudah tidak ada lagi gagal bayar," ujarnya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular