
Harga Kedelai Selangit Bikin Produsen Tahu-Tempe Menjerit

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kedelai global mengalami kenaikan pada 2020. Kenaikan harga yang fantastis juga dirasakan oleh masyarakat Tanah Air, terutama bagi mereka yang merupakan produsen tempe maupun tahu.
Harga kontrak futures (berjangka) kedelai di Bursa Komoditas Dalian meroket tajam tahun lalu. Tak tanggung-tanggung, harga kedelai melesat 65%. Kenaikan harga kedelai juga mengakibatkan harga produk turunannya seperti minyak kedelai juga ikut terkerek naik.
Dalam laporan terbarunya, FAO mencatat harga minyak kedelai mengalami lonjakan lantaran ketersediaan ekspor di Amerika Selatan yang minim dibarengi dengan peningkatan permintaan, terutama dari India.
Selain India, China juga merupakan negara yang banyak mengimpor kedelai. Menurut Ketua Umum Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia Aip Syarifuddin, China mengimpor hampir semua jenis kedelai, baik yang kualitasnya bagus maupun buruk.
Di Negeri Tirai Bambu, penggunaan kedelai pun beragam. Ada yang dikonsumsi untuk pakan ternak, terutama babi, susu hingga untuk minyak nabati. Menjelang tahun baru Imlek pada Februari biasanya permintaan terhadap daging babi meningkat.
Geliat sektor peternakan babi membuat permintaan terhadap pakannya mengalami kenaikan. Sebagai salah satu importir terbesar di dunia, wajar saja jika permintaan yang tinggi di China turut mengerek harga kedelai.
"Permintaan China yang tadinya 75 juta ton, naik jadi 92 juta ton sekarang, permintaan naik katanya ya untuk Imlek Februari. Kemudian bikin cadangan lagi 25 juta ton, katanya agar babi gemuk untuk pesta imlek, sehingga permintaan dari China luar biasa," kata Aip kepada CNBC Indonesia.
Kenaikan harga kedelai global juga turut dirasakan di Tanah Air. Harga kedelai bahkan sudah mencapai Rp 10.000 per kg. Hal ini membuat para produsen tempe dan tahu menjerit dan memutuskan untuk mogok produksi.
"Kita mogok penjualan tanggal 1,2 dan 3 ini, sementara mogok produksi 30,31 dan 1 Januari kemarin. Karena tempe ada prosesnya seperti fermentasi dan lain, yang dijual hari ini, bisa produksi dari hari Kamisnya bahkan Rabunya," kata Ketua Sahabat Pengrajin Tempe Pekalongan Indonesia (SPTP I ) Jakarta Barat, Mu'alimin kepada CNBC Indonesia, Sabtu (02/01/2021).
Mengacu pada laporan Bappenas, Sebagian besar kedelai oleh masyarakat Indonesia dikonsumsi dalam bentuk produk olahan, seperti tahu, tempe, tauco, oncom, kecap, dan susu kedelai.
Luas lahan panen kedelai pada periode 2015-2019 terus mengalami fluktuasi. Begitu juga dengan produksinya. Mirisnya sampai dengan Oktober tahun 2019, produksi kedelai baru 480 ribu ton saja, atau hanya 16% dari target yang dipatok di awal 2,8 juta ton.
Padahal setiap tahunnya Indonesia diperkirakan mengkonsumsi 2,8 juta ton kedelai. Akibatnya, kekurangan pasokan kedelai tersebut harus ditambal dengan mengimpor sebanyak 2,3-2,7 juta ton dalam lima tahun terakhir.
Lebih dari 90% kedelai yang diimpor RI berasal dari Amerika Serikat. Ketergantungan akan impor inilah yang membuat harga kedelai di dalam negeri rentan mengalami fluktuasi dan sangat sensitif terhadap dinamika supply dan demand global.
Menurut Aip, ketika pasokan tidak mampu mengakomodasi seluruh permintaan, AS sebagai produsen global akan cenderung memprioritaskan China karena ukuran pasar yang besar dan karakteristik China yang mengimpor berbagai jenis kedelai.