
Bila Saja BLT US$ 2.000 Cair, Apa Dampaknya ke Ekonomi AS?

Jakarta, CNBC Indonesia - Upaya pemerintah Amerika Serikat (AS) mendongkrak nilai bantuan langsung tunai (BLT) menjadi US$ 2.000 per orang kian jauh panggang dari api. AS pun batal menggeser Australia dari sisi rasio stimulus.
Saat ini, negara di seluruh dunia berlomba untuk menahan ekonomi masing-masing dari kejatuhan akibat pandemi. Stimulus pun digulirkan dengan menjalankan strategi kebijakan "helikopter uang."
Di antara negara-negara maju yang menggelontorkan stimulus, Jepang mencuri perhatian dengan rasio nilai stimulus terbesar jika dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB), yakni sebesar 22,1%. AS yang berada di posisi keempat berpeluang naik ke posisi ketiga jika saja stimulus berupa BLT dinaikkan menjadi US$ 2.000.
Namun, kini peluang tersebut kian mengecil setelah Pimpinan Mayoritas Senat Mitch McConnel mengatakan pihaknya tak akan memisahkan tiga isu yang dikaitkan Presiden Trump menjadi satu. "Demokrat takut menyasar dua di antaranya," tuturnya dalam forum Senat, sebagaimana dikutip CNBC International.
Sebelumnya, DPR AS yang dikuasai kubu Demokrat telah menyepakati Undang-Undang terpisah untuk mendongkrak nilai BLT dari US$ 600 menjadi US$ 2.000 per orang. Meski demikian, Senat yang dikendalikan Partai Republik menyatakan tak akan memuluskan UU tersebut jika tuntutan Trump tak dipenuhi.
Trump meminta BLT jumbo tersebut dibarengi pencabutan Aturan Kepantasan Komunikasi yang menyediakan perlindungan pengguna internet dari tanggung-jawab hukum, dan meminta pembentukan komisi penyidik fraud pemilihan presiden.
Saat ini, Departemen Keuangan AS telah mulai mentransfer dana stimulus tersebut ke masyarakat AS. Keputusan mengena tambahan nilai BLT harus diteken pada Rabu waktu setempat jika ingin kebijakan tersebut diimplementasikan sebelum pergantian tahun.
Ketua DPR Nancy Pelosi mendesak Senat menyetujui UU terpisah sebelum akhir pekan ini, untuk memuluskan stimulus jumbo yang ditunggu-tunggu masyarakat AS tersebut.
Perbedaan politik seputar BLT ini telah mewarnai dinamika politik di AS sejak 8 bulan yang lalu. Sebelumnya, kubu Demokrat mengusulkan stimulus sebesar US$ 2 triliun, sedangkan kubu Republik mengusulkan angka US$ 1 triliun.
Namun, hasil kesepakatan berujung pada stimulus sebesar US$ 900 miliar yang memasukkan BLT sebesar US$ 600 per orang, atau separuh dari usulan Demokrat sebesar US$ 1.200 per orang.
Aneta Markowska, Kepala Ekonom Jefferies, memperkirakan BLT senilai US$ 2.000 akan berujung pada kenaikan PDB 2021 sebesar 1%, dan bisa ditutup mendekati angka 6% pada akhir tahun depan.
Stimulus yang lebih besar itu juga akan mengakselerasi pemulihan pasar tenaga kerja dn memangkas jarak pencapaian pembukaan lapangan kerja penuh serta target inflasi 2% hingga dua atau tiga kuartal dari yang seharusnya.
Sementara itu, Ekonom Kepala Goldman Sach Jan Hatzius mendongkrak proyeksi PDB AS menjadi 5% untuk kuartal I-2020 dari semula 3% karena ekspektasi stimulus tersebut. Untuk setahun penuh, PDB AS ditargetkan mencapai 5,8% atau naik dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,3%.
Hal ini wajar saja terjadi karena konsumsi rumah tangga menyumbang nyaris 70% terhadap PDB Negara Adidaya tersebut. Ketika konsumsi terjaga, meski berkat bantalan berupa stimulus, maka perputaran ekonomi pun terjaga.
Sejauh ini, paket stimulus Covid-19 senilai US$ 900 miliar memberikan bantuan bagi jutaan warga AS yang kesulitan mengakses kebutuhan pokok akibat kehilangan pekerjaan selama pandemi.
Anggaran sebesar US$ 13 miliar dialokasikan untuk Program Pendampingan Gizi Tambahan (Supplemental Nutrition Assistance Program/SNAP) yang akan dinaikkan nilainya sebesar 15% per bulan untuk para penerimanya.
Selain itu, ada anggaran jutaan dolar untuk program Meals on Wheels yang membantu pemenuhan makanan pokok bagi masyarakat AS. Menurut Urban Institute, pada akhir September hampir 20% warga dewasa dan 40% keluarga di AS yang terkena imbas PHK di masa pandemi menghadapi problem ketahanan pangan.
"Kesulitan makanan meningkat signifikan selama Covid-19, terutama bagi rumah tangga yang kepala keluarganya adalah warga kulit hitam dan keturunan Latin," tutur Luis Guardia, Presiden Food Research & Action Center sebagaimana dikutip CNBC International.
Berkat paket stimulus, semua penerima program SNAP akan mendapatkan tambahan manfaat bulanan sebesar 15% (US$ 25 per orang) dari Januari hingga Juni 2021. Untuk keluarga dengan 4 anak akan mendapatkan tambahan US$ 100 per bulan.
UU stimulus yang baru juga memberikan kelonggaran misalnya bagi pengangguran baru untuk mendapatkan tunjangan, maupun bagi mahasiswa untuk mengajukan penundaan beberapa syarat.
Aturan tersebut juta mengalokasikan dana US$ 5 juta untuk Departemen Pertanian memperkuat kemampuan memesan makanan secara online. Secara total, warga AS bisa mendapatkan dana senilai US$ 234 per bulan, atau keluarga dua anak bisa mendapatkan US$ 782 hingga US$ 1.440 sampai dengan Juni 2021.
Sayang, rencana tersebut kemungkinan akan kandas di pergantian tahun ini karena faktor politik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Stimulus Ekonomi Seperti Nasi Padang: Tak Boleh Kebanyakan!