Covid-19 Lagi Ganas-ganasnya, Dunia Malah Krisis Perawat!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
30 December 2020 17:00
Rapid Test Antigen dan PCR di Shelter Kalayang Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta
Foto: Antrean calon penumpang pesawat yang akan melakukan Rapid Test Antigen dan PCR di Shelter Kalayang Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Senin (21/12/2020). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tenaga kesehatan termasuk perawat punya peran sentral di saat pandemi seperti sekarang ini. Namun sayangnya ketika dunia sedang dilanda wabah Covid-19 ketersediaan tenaga perawat justru minim. 

Dalam setiap tragedi kemanusiaan seperti perang maupun pandemi, keberadaan tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat sangat dibutuhkan. Tanggung jawab sosial yang diemban sangatlah berat karena mereka harus berjuang sekuat tenaga untuk menyelamatkan orang lain.

Di saat yang sama mereka harus menanggung risiko yang sangat besar. Taruhannya bukan main-main yaitu nyawa mereka sendiri. Fakta yang membuat miris adalah, dunia sudah kekurangan perawat sejak sebelum pandemi Covid-19 terjadi. 

Dibandingkan dengan dokter, jumlah tenaga perawat lebih banyak. WHO menyebut 59% pekerja di sektor kesehatan adalah perawat. Laporan yang dirilis oleh Badan Keperawatan Internasional (ICN) yang dirilis April lalu menunjukkan bahwa jumlah perawat di seluruh dunia kurang dari 28 juta orang.

Dunia kekurangan 5,9 juta perawat untuk membantu merawat populasi umat manusia yang terus tumbuh. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris, kebanyakan perawat terlatih justru berasal dari luar negaranya. India dan Filipina merupakan dua negara pemasok perawat terbesar di dunia. 

Bayangkan saja jika sampai saat ini ada 33,8 juta kasus aktif Covid-19 di seluruh dunia, maka jumlahnya ada 1,2x dari jumlah perawat yang dilaporkan ICN. Di saat Covid-19, tugas perawat tidak hanya fokus pada wabah saja tetapi juga harus siap menangani masalah medis lain seperti kecelakaan, penyakit kronis hingga para lansia yang rentan.

Dengan jumlah yang minim tersebut, mereka harus stand by sepanjang hari untuk melaksanakan panggilan tugas dan kemanusiaan. Bagi mereka yang ditugaskan untuk menangani Covid-19 alat pelindung diri lengkap (hazmat) yang menyiksa harus dikenakan setiap saat. 

Mereka harus rela meninggalkan keluarga dan teman untuk melayani orang lain dengan mengorbankan harta yang paling berharga yaitu waktu dan nyawa mereka. Tak sedikit dari mereka yang berakhir tumbang karena terinfeksi patogen ganas tersebut. Bahkan banyak pula yang gugur di garda terdepan menghadap sang Ilahi.

Sampai dengan Oktober lalu, ICN mencatat jumlah perawat yang gugur di medan perang melawan pandemi mencapai 1.500 orang. Itu hanya dari 44 negara dari total 195 negara yang sedang dilanda wabah. 

Kala itu jumlah penderita Covid-19 secara kumulatif di dunia adalah sekitar 43 juta orang. Jumlah yang meninggal adalah 1,1 juta orang. ICN memprediksi jumlah kematian di antara tenaga layanan kesehatan sudah mencapai lebih dari 20 ribu orang. 

Itu terjadi tiga bulan lalu. Sekarang dengan adanya gelombang kedua wabah di berbagai negara dan adanya kabar bahwa virus corona telah bermutasi dan menghasilkan varian yang 70% jauh lebih menular, total kasus kumulatif sudah bertambah hampir dua kali lipat. Angka kematian global melonjak lebih dari 50% hanya dalam hitungan bulan.

Tentu saja ini adalah hal yang memilukan. Ketika kasus baru terus bertambah setiap harinya. Pasien Covid-19 harus rela mengantre berjam-jam di rumah sakit hanya untuk mendapatkan kamar di banyak negara. Di saat yang sama dokter dan perawat menghadapi tekanan yang sangat besar. 

Sebagai negara yang dihuni oleh lebih dari 268 juta jiwa, jumlah dokter dan perawat di Tanah Air juga sangatlah tidak mencukupi. Laporan Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menyebut bahwa di Indonesia ada 0,3 dokter dan 1,2 perawat yang melayani 1.000 orang penduduk.

Di antara 45 negara yang disurvei oleh OECD, Indonesia berada di peringkat terendah. Ya, di peringkat 'buncit' alias rangking 45. Jumlah kasus aktif covid-19 di Tanah Air sudah lebih dari 100 ribu orang.

Tren pertambahan kasus harian yang sudah mencapai 7.000 orang positif per hari di tambah dengan angka kematian yang terus mencetak rekor semakin menunjukkan bahwa kondisi pandemi Covid-19 di dalam negeri masih sangat mengkhawatirkan. 

Para pakar termasuk dokter hingga epidemiolog banyak yang menyarankan Indonesia untuk segera mengambil langkah tegas dengan memilih kebijakan yang menyakitkan tapi diperlukan. Rem darurat!

Kasus baru yang bertambah sampai 7.000 orang per hari sementara yang sembuh baru di kisaran 5.000 per hari dikhawatirkan hanya akan membuat kapasitas rumah sakit tidak lagi mampu menampung pasien Covid-19. 

Selain membahayakan bagi nyawa para penderita Covid-19, kondisi ini juga mengancam kelangsungan hidup para tenaga kesehatan termasuk dokter dan perawat. Sampai dengan kemarin tercatat ada 507 orang tenaga kesehatan yang meninggal akibat Covid-19. 

Kondisi ini seharusnya mengingatkan kita untuk lebih bijaksana dalam bertindak di saat pandemi. Ketika banyak orang yang 'ngeyel' dengan tidak mengindahkan protokol kesehatan maka sesungguhnya mereka telah lalai bahwa sikap tersebut tak ubahnya hanya akan menumbalkan keselamatan hidup dirinya dan orang lain termasuk nakes.

Semoga ini semua menjadi renungan bagi kita semua dan membuat kita lebih arif dalam bersikap.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular