ESDM: Gerakan Tanah & Banjir Bandang Bagai 'Ibu' dan 'Anak'

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
30 December 2020 11:47
Aktivitas warga di Kampung Adat Urug di Desa Urug, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jumat (10/1/2020). Banyak rumah-rumah luluh lantak diterjang banjir bandang. Batu gunung berukuran raksasa masuk ke rumah-rumah sehingga warga terpaksa pindah ke kerabat. Ketua Adat Kampung Urug, Abah Ukat Raja Aya menceritakan, banjir kala itu terjadi dua kali. Namun, banjir kedua lah yang sangat besar dan merusak pemukiman, meski tidak menimbulkan korban jiwa. Abah sendiri tidak mengetahui pasti berapa banyak rumah yang rusak dan jumlah warga yang harus mengungsi atau pindah ke rumah saudaranya. Bahkan, pengungsian pun tidak ada. Menurut Kepala adat disini kampung ini butuh seragam seragam sekolah dan buku-buku tulis. Selain itu, di kampung ini pasokan beras masih minim karena tidak ada yang mengantar. Meski jalur ke kampung ini sudah dibuka namun ada beberapa jalan menuju kampung ini masih susah. Kondisi listrik pun di kampung ini belum mati total. Warga Kampung urug ini mayoritas warganya bertani. Beberapa petani disini juga merasa kerugian karena banyak hasil panennya terendam banjir bandang.  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi suasana salah satu daerah yang rusak dihantam banjir bandang (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan ada sebuah pola berulang dalam bencana yang terjadi di sejumlah kota di Pulau Jawa.

Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah PVMBG Kementerian ESDM Agus Budianto mencontohkan kejadian yang terjadi di Kota Bogor beberapa waktu lalu. Hujan yang terjadi satu malam telah memicu longsor di beberapa lokasi.

"Faktor seperti apa sih yang menyebabkan ini semua? Kalau kita lihat faktor hutan, juga longsor, pemukiman di daerah tersebut juga longsor dan ikutanya adalah banjir bandang," kata Agus dalam webinar yang diselenggarakan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kemarin.

Dia menyebut banyak juga pemukiman yang berada di landscape sungai. Ia pun mengibaratkan gerakan tanah dan banjir bandang yang terjadi bagai ibu dan anak.
"Ibunya adalah gerakan tanah dan anaknya banjir bandang. Karena sungainya di daerah kerentanan gerakan tanah tinggi di hulu," ujar Agus.

Lebih lanjut, dia mengatakan hujan yang selalu terjadi harus diantisipasi dengan meminimalkan risiko. Penyampaian kabar mengenai akan terjadinya hujan menjadi penting.



Direktur Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Eny Supartini mengatakan, beberapa gerakan mitigasi bisa dilakukan. Misalnya optimalisasi kearifan lokal, gerakan bersih sungai, panen air hujan dan lainya.

Kemudian, pengecekan jalur evakuasi, vegetasi, pengelolaan air secara bijak, penguatan program tata kelola air yang berbasis komunitas, pelibatan masyarakat untuk kepemilikan air di masa yang akan datang.

"Hentikan eksplorasi lahan tambang yang berisiko banjir berulang, penegakan hukum dan regulasi, serta penguatan sinergitas lembaga," kata Eny.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh! Rekomendasi Badan Geologi Soal Bencana Sering Diabaikan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular