
BNN: Ganja Banyak Mudarat Dibandingkan Manfaatnya

Jakarta, CNBC Indonesia- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memberikan restu sekaligus merekomendasikan kepada World Health Organization (WHO) untuk bisa meratifikasi ganja sebagai keperluan medis. Menanggapi hal ini Badan Narkotika Nasional (BNN) bahwa Indonesia menghormati sekaligus menyesalkan keputusan mengubah posisi ganja dan turunannya dari golongan IV obat-obatan berbahaya ke golongan I.
Karo Humas & Protokol BNN RI, Brigjen Sulistyo Pudjo Hartono mengatakan manfaat ganja jauh lebih sedikit, dan lebih banyak kerugiannya.
"Ini namanya kesepakatan internasional, apakah langsung bisa diaplikasikan dalam kebutuhan nasional? Tentu tidak, masih jauh. UU yang berlaku di suatu bangsa kesepakatan sosial dan tumbuh dari bawah, masyarakat Indonesia lama membuat sebuah UU. Apalagi ini memberikan efek mudarat buat masyarakat Indonesia," kata Sulistyo kepada CNB C Indonesia, Rabu (23/12/2020).
Apalagi dari catatan BNN jumlah pemakaian ganja 65% dari seluruh narkotika yang beredar di Indonesia. Selain itu karena ganja dapat berkembang di Indonesia, banyak yang memanfaatkan untuk tujuan ekonomis dan dijadikan komoditas jual beli.
Sulistyo mengatakan ada beberapa jenis narkotika untuk kepentingan medis, namun harus dengan kontrol yang ketat dan penggunaan yang terukur, sehingga akan berbeda manfaatnya jika diperjualbelikan. Untuk penggunaan ganja pada kebutuhan medis di Indonesia menurutnya masih membutuhkan diskusi panjang dan komprehensif mengenai pemanfaatannya dan efek sampingnya.
"Masih ada yang memperjualbelikan karena untungnya sangat besar, pasar terbentuk karena ada suplai dan demand dan saat ada gap harga jual dan produksi maka orang akan tertarik. Makanya susah sekali, karena ada yang akan memanfaatkan ini tanpa memikirkan dampaknya ke masyarakat jadinya kejahatan," kata dia.
Seperti Indonesia, ada beberapa negara lain yang tidak menyetujui ganja sebagai tanaman obat. Sulistyo menegaskan pihaknya tidak mau berisiko salah arah dan merugikan masyarakat akibat penggunaan ganja, hingga menjadi beban negara ataupun menjadi dilema hukum. Saat ini ganja (canabis) termasuk dalam kelompok 4 yang dianggap sangat berbahaya termasuk dengan heroin dan derivatifnya.
"Kami sampaikan Indonesia menyesalkan perubahan dari schedule kelompok 4 menjadi kelompok 1. Tetapi kami menghormati, dan kami melihat ada potensi penyalahgunaan pada kelompok 1. Secara nasional dengan adanya potensi seperti menjadi permasalahan bagi kita," kata dia.
Dia mencontohkan bagaimana jika nantinya ada obat-obatan yang diimpor dari luar negeri dan memiliki kandungan ganja, ataupun jika ada seseorang membeli obat dari luar negeri yang mengandung ganja. BNN akan kesulitan melihat dampaknya satu persatu, dan dapat menjadi modus melakukan kejahatan.
Sulistyo menegaskan Indonesia akan mengalami bonus demogradi beberapa tahun ke depan, dengan 60% adalah tenaga produktif maka jika salah mengambil kebijakan, yang timbul bukanlah bonus melainkan bencana demografi.
"Kita masih dalam posisi lama, kami berhati-hati betul untuk menjaga kawasan. Kami berkoordinasi dengan Singapura, Malaysia, Timor Leste untuk menjaga kawasan kita dari kemungkinan paparan ganja yang besar," ujar Sulistyo.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BNN: Indonesia Sesalkan Keputusan Ganja Jadi Tanaman Obat