Wagub DKI Bicara Mal Kelas Atas Sepi, Ternyata Ini Sebabnya

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
18 December 2020 19:20
Diskon Imlek di Mal
Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi pemerintah provinsi DKI Jakarta mengizinkan kembali mal dan pusat perbelanjaan dengan kapasitas dan jam operasional yang dibatasi. Namun, jelang tahun baru ada pembatasan jam operasi untuk menekan kasus covid-19.

Peraturan tersebut diatur dalam Seruan Gubernur (Sergub) Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta nomor 17 tahun 2020 tentang Pengendalian Kegiatan Masyarakat Dalam Pencegahan Covid-19 pada Masa Libur Hari Raya Natal 2020 dan Tahun Baru 2021, mengatur jam operasi mal hanya sampai jam 21.00.

Khusus pada tanggal 24 Desember - 27 Desember 2020 dan 31 Desember - 3 Januari 2021, pelaku usaha mal harus menerapkan batasan jam operasional paling lama sampai dengan pukul 19.00 WIB.

Kini, dari pantauan Pemprov mal-mal di Jakarta masih terbilang sepi tidak seperti sebelumnya. "Karena Jakarta adalah ibu kota dan banyak fasilitas, dan orang pintar, sehingga masyarakat Jakarta banyak yang patuh. Survei 60% masyarakat Jakarta menggunakan masker, dan orang yang berpendidikan menggunakan masker lebih taat. Waktu mau buka mal kami berpikir akan ramai ternyata tidak, sebaliknya di mal sepi," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, Jumat (18/12/2020).

Setelah dianalisa, Pemprov menemukan yang datang ke mal adalah yang menengah ke atas yang lebih sadar terhadap kondisi pandemi ini. Di awal pembukaan kapasitas mal menurutnya hanya 10-11%, begitu juga dengan saat ini yang kapasitas pengunjung tidak sampai maksimal ketentuan dan maksimal hanya 25% kapasitas.

"Bahkan sempat beberapa mal tutup lagi karena tidak efisien," ujarnya.

Demi mencegah rantai penularan, Pemprov berkomitmen menghadirkan sebanyak mungkin aparat dari sisi kualitas dan kuantitas, serta membuat regulasi terkait penindakan seperti denda kerja sosial, pidana, termasuk denda uang.

Menurut Ariza, para pakar mengatakan kontribusi upaya itu hanya 20% terhadap upaya mengurangi memutus mata rantai Covid-19, da 80% pada kepatuhan dan kedisiplinan masyarakat.

"Makanya kami mengubah paradigma, jangan patuh karena ada aparat, tapi masyarakat harus menjadikan disiplin ini sebagai kebutuhan. Masyarakat harus sadar," katanya.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mal Legendaris Jakarta Pada Sepi, Ternyata Sejak Lama!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular