
Luhut Effect Bikin Orang Gagal Liburan, Bye-Bye Uang Refund!

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri pariwisata harus 'gigit jari' menjelang akhir tahun. Akibat kebijakan mendadak pemerintah yang mewajibkan tes PCR & tes Rapid antigen bagi wisatawan yang pergi ke destinasi pariwisata tertentu, sudah banyak pembatalan reservasi hotel terjadi. Dampak yang dirugikan bukan hanya pada hotel, namun juga konsumen.
Kebijakan ini digagas oleh Menko Luhut Binsjar Pandjiatan dalam penanganan pandemi covid-19 agar libur akhir tahun jadi ledakan baru kasus covid- Di Bali pengguna jasa udara wajib PCR, sedangkan angkutan darat wajib antigen mulai 18 Desember 2020. Namun, efeknya tak hanya pada destinasi wisata Bali tapi daerah lainnya.
Sebagian masyarakat yang memutuskan tidak jadi berangkat tentu mengharapkan uangnya kembali, sayangnya itu tidak mudah. Pihak hotel sudah banyak membelanjakan uang hasil reservasi tersebut untuk beragam kebutuhan, seperti kebutuhan operasional. Alhasil, bagi sebagian hotel belum bisa melakukan pengembalian uang atau refund ke konsumen.
"Refund nggak bisa, kalau dia ingin kembalikan uangnya kita nggak bisa. Kita nggak dapat pendapatan lebih selain dari DP tadi dan masyarakat juga dirugikan karena kebijakan yang seperti itu," kata Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Deddy Pranowo Eryono kepada CNBC Indonesia, Kamis (17/12).
Ia mengaku kecewa dengan kebijakan yang mendadak dari pemerintah. Pasalnya, pihak hotel dan restoran di Jogjakarta sudah siap untuk menyambut momen libur akhir tahun. Persiapan melalui proses sertifikasi maupun penerapan protokol kesehatan. Namun yang lebih mengecewakan adalah tidak adanya komunikasi dari pemerintah dengan pelaku usaha sebelum mengambil kebijakan.
"Nggak ada koordinasi, kasihan yg udah memberikan reservasi ke destinasi seperti di Bali, DIY, Jawa Tengah dan lain-lain mereka cancel. Kita kasihan juga dengan rekan-rekan daerah pariwisata seperti Bali. Mau bangkit terpukul oleh aturan mendadak," sebutnya.
Pengusaha hotel di Yogjakarta bukan terpukul akibat aturan yang dibuat pemerintah provinsi. Deddy justru menyebut Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono X memberi izin asalkan pelaku usaha memberikan jaminan prokes bisa berjalan, dan pelaku usaha menyanggupi itu.
Sayangnya, kebijakan berseberangan datang dari wilayah lain, yakni adanya kewajiban rapid test antigen dari Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Wisatawan yang bakal bepergian ke Yogyakarta pun bakal berpikir panjang karena untuk mencapai Yogyakarta harus melalui Jateng, yakni melalui transportasi darat kendaraan pribadi dan bus.
"Sayangnya perjalanan darat yang mendominasi sampai 80% ke Yogyakarta menggunakan kendaraan pribadi dan bus. Sementara pesawat dan kereta api paling hanya 20%," jelasnya.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Phillipine Airlines Kembalikan Refund Sebesar USD 329 Juta