Internasional

China Sebut-sebut Senjata Nuklir Asia Tenggara, Ada Apa Nih?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
17 December 2020 12:03
The BrahMos missile takes off from India's main missile testing center in the eastern state of Orissa state, in Balasore district, 230 kilometers (144 miles) from Bhubaneshwar, India, Thursday, Dec. 2, 2010. India on Thursday successfully test-fired the supersonic cruise missile, designed to carry conventional warheads, jointly developed with Russia to fine-tune its ability to hit targets, the defense ministry said. (AP Photo)
Foto: Ilustrasi (AP Photo)

Jakarta, CNBC Indonesia - China mengindikasikan siap untuk bekerja dengan Asia Tenggara menciptakan zona bebas senjata nuklir. Langkah ini datang ketika China dan Amerika Serikat (AS) berselisih di banyak hal, termasuk klaim atas Laut China Selatan (LCS), yang membuat Beijing tegang dengan ASEAN.

Dilansir dari South China Morning Post (SCMP), pada hari Rabu (16/12/2020), Direktur Departemen Pengawasan Senjata Kementerian Luar Negeri China Fu Cong, mengatakan Beijing siap untuk mendukung protokol tersebut. Di bawah protokol itu negara-negara peserta diwajibkan untuk tidak mengembangkan, memproduksi, memperoleh hingga memiliki kendali atas senjata nuklir di zona tersebut.

"China siap menjadi yang pertama menandatangani Protokol Perjanjian Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara," kata Fu dalam cuitannya, dikuyip Kamis (17/12/2020).

Menurut beberapa analis langkah itu mungkin merupakan pengalihan China dari klaim teritorial soal LCS. Zhao Tong, seorang pengamat program kebijakan nuklir di Pusat Kebijakan Global Carnegie-Tsinghua di Beijing mengatakan bahwa bergabung dengan perjanjian itu akan menjadi langkah simbolis yang mencitrakan China sebagai mitra yang aman. 



"China tampaknya dengan sengaja merangkul ambiguitas dalam banyak hal perjanjian, yang hampir tidak akan mengubah kebijakan nuklir China dan tidak ada hubungannya dengan bagaimana negara itu mendefinisikan perbatasan," kata Zhao.

Sementara itu Collin Koh, seorang peneliti di program keamanan maritim di Nanyang Technological University di Singapura mengatakan bahwa meskipun Beijing mungkin ingin dilihat sebagai mitra utama ASEAN, ini tak akan 100% menyelesaikan masalah. Defisit kepercayaan mash ada.

"Dengan atau tanpa menyetujui perjanjian itu, defisit kepercayaan strategis yang mendasarinya tetap ada dan faktor ini tidak dapat dengan mudah diperbaiki hanya dengan Beijing menyetujui perjanjian ini," kata Koh.

Sebelumnya, ASEAN menandatangani Perjanjian Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara 25 tahun lalu. Ini guna menjamin kawasan yang bebas dari senjata nuklir dan untuk meningkatkan netralitasnya di dunia.


(sef/sef) Next Article Wow! China Buat 'Matahari Buatan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular