
Beda Reaksi AS & RI Lawan Penolakan Vaksin Kilat Anti-Corona

Jakarta, CNBC Indonesia - Inggris telah menggunakan vaksin besutan Pfizer-BioNTech untuk keperluan darurat. Kanada, Meksiko, dan AS menyusul meski muncul kecemasan publik mengenai eksesnya. Kebijakan potong kompas pun diberlakukan untuk mengatasi kemungkinan ekses vaksin dan penolakan itu.
Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat (AS) resmi memberikan persetujuan darurat untuk vaksin yang sama, menjadi yang pertama disetujui di Negeri Adidaya tersebut. Ini juga menjadi vaksin tercepat yang ditemukan (dalam waktu kurang dari 1 tahun), memecahkan rekor temuan vaksin gondongan yang perlu 4 tahun uji coba.
"Otorisasi FDA untuk penggunaan darurat vaksin Covid-19 pertama merupakan tonggak penting dalam memerangi pandemi dahsyat yang telah memengaruhi begitu banyak keluarga di AS dan di seluruh dunia," kata komisaris FDA Stephen Hahn dikutip Guardian pada Jumat (11/12/2020).
Hahn diketahui didesak oleh Gedung Putih untuk memuluskan penggunaan darurat vaksin tersebut. Reuters melaporkan bahwa Kepala staf Gedung Putih Mark Meadows menyuruh Hahn mengundurkan diri jika tidak bertindak cepat mengesahkan penggunaan darurat vaksin.
Sikap terburu-buru itu terjadi di tengah makin tingginya jumlah kasus Covid-19 di AS, yang memuncaki klasemen. Menurut data Worldometers, 72,21 juta orang sedunia terjangkit, dengan 50,6 juta orang (70,1%) sembuh, 19,9 juta orang dirawat, dan 1,6 juta orang (2,2%) tewas.
Namun keputusan untuk menyetujui vaksin tersebut menimbulkan kekhawatiran mengenai efek samping vaksin dan peluang peningkatan kekebalan virus corona jika vaksin ternyata gagal. Tidak heran, publik AS kurang antusias dengan vaksinasi kali ini.
Polling Reuters/Ipsos menyebutkan mayoritas perempuan AS khawatir dengan vaksin Covid-19. Survei yang dijalankan pada 2-8 Desember tersebut menunjukkan bahwa 35% perempuan di AS mengatakan "tidak begitu tertarik" dan "tak tertarik sama sekali" untuk menerima vaksin Covid-19. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan polling serupa yang dilangsungkan pada Mei.
Survei tersebut dijalankan secara online di seluruh AS dengan melibatkan 4.419 responden dewasa, termasuk 1.216 orang yang menyatakan tidak tertarik untuk menerima vaksin. Menurut data Departemen Tenaga Kerja AS, perempuan menentukan 80% keputusan layanan kesehatan untuk keluarga mereka, terutama untuk anak mereka.
Dalam survei terbaru tersebut, hanya 55% perempuan yang menyatakan "sangat" atau "lumayan" tertarik menerima vaksin, turun sekitar 6% dibandingkan dengan Mei. Sementara itu, jumlah pria yang menyatakan mau divaksin tidak berubah, yakni sebesar 68%.
Dari perempuan AS yang kurang tertarik divaksin (dalam polling Reuters/Ipsos), 60% di antaranya menyatakan bahwa mereka "cemas mendapat vaksin baru yang mendapat izin begitu cepat." Mereka meyakini risikonya masih lebih besar ketimbang manfaatnya. Sekitar 38% lain menyatakan tidak tertarik divaksin karena tidak percaya dengan sepak terjang Pfizer.
Secara keseluruhan, 61% warga AS pada Desember siap menerima vaksin, atau turun 4 poin jika dibandingkan dengan survei pada Mei. Jumlah keluarga yang mengizikan anaknya divaksin juga turun menjadi 53% dari responden, padahal angka pada Mei mencapai 62%.
Di Indonesia, tingkat penerimaan vaksin juga kurang lebih sama, sebagaimana terlihat dari survei Kementerian Kesehatan bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), UNICEF dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang penerimaan vaksin Covid-19.
Survei yang bertujuan untuk memahami pandangan, persepsi, dan perhatian masyarakat soal vaksinasi Covid-19 itu melibatkan 115.000 orang, dari 34 provinsi yang mencakup 508 kabupaten/kota atau 99% dari seluruh kabupaten/kota pada September.
Hasil survei menunjukkan bahwa tiga perempat responden menyatakan telah mendengar tentang vaksin Covid-19, dan dua pertiga atau 64% responden menyatakan bersedia menerima vaksin Covid-19.
![]() |
Namun tingkat penerimaannya berbeda-beda di setiap provinsi, dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi, agama, dan status pendidikan. Papua menjadi daerah dengan penerimaan terhadap vaksinasi tertinggi dengan angka 75%, disusul beberapa provinsi di Jawa dan Kalimantan.
Daerah dengan penerimaan vaksinasi terendah berada di Aceh dengan tingkat penerimaan 46%. Selain itu, provinsi di Pulau Sumatera, Sulawesi, dan Maluku menjadi daerah dengan penerimaan rendah.
Hasil survei juga menunjukkan adanya kelompok yang ragu dan menolak. Dari 7% responden yang menolak, mereka menyebutkan faktor keamanan, efektivitas, serta kehalalan vaksin sebagai faktor pertimbangan mereka.
Indonesia saat ini menduduki peringkat 17 dunia, untuk negara dengan jumlah korban jiwa akibat pandemi terbanyak. Total korban tewas mencapai 18.819 orang, dari 617.820 kasus temuan pasien Covid-19 (di posisi 19 terbanyak dunia).
Jika Covid-19 terus menyebar tanpa obat dan vaksin yang efektif, maka pemulihan ekonomi pun tertunda. Berbeda dari AS yang mengancam pecat pejabat FDA jika tak mengizinkan vaksin, Indonesia memilih mengenakan denda Rp 5 juta bagi mereka yang menolak divaksin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Baik! Vaksin Covid Booster Semprot Lagi Disiapkan