
Bangun SPBU BBM Satu Harga Ternyata Lama Balik Modalnya

Mataram, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah giat mewujudkan pemerataan energi, salah satu caranya dengan menyeragamkan harga jual resmi BBM sebesar Rp 6.450 per liter untuk jenis bensin Premium dan Rp 5.150 per liter untuk Solar di beberapa daerah pelosok Indonesia atau biasa dikenal dengan Program BBM Satu Harga.
Sebuah pengakuan datang dari salah satu investor lokal yang membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) di Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Ia adalah Iwan Juhandi.
Iwan menceritakan, salah satu kerja keras yang dilakukan dalam membangun SPBU BBM satu harga di daerahnya adalah besarnya modal yang dibutuhkan. Ditambah, jangka waktu kembali modal yang ternyata cukup lama.
"Total investasi yang dibutuhkan untuk membangun satu unit SPBU Satu Harga mencapai Rp 3 miliar," ujarnya saat ditemui di tempat usahanya di Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (12/12/2020).
Angka investasi tersebut mencakup biaya peralatan sekaligus tanah seluas 1.300 meter persegi. SPBU yang dia Iwan bangun khusus menjual BBM jenis Solar, Premium, dan Pertamax.
Lanjut Iwan bercerita, margin yang didapat dari setiap penjualan Solar dan Premium hanya Rp 195 per liter. Sementara, rata-rata volume penjualan harian sekitar 2,5 ton.
Apabila dikalkulasikan, perkiraan pendapatan setiap bulan yang didapat Iwan hanya terkumpul Rp 15 juta atau sekira Rp 180 juta per tahun. Artinya, dengan modal awal sebesar Rp 3 miliar, Iwan membutuhkan waktu sekitar 15 tahun untuk balik modal. Itu pun tanpa memperhitungkan biaya operasional staf dan biaya operasional lainnya.
"Itu dengan asumsi tanpa pengeluaran bulanan seperti membayar karyawan setiap bulannya," jelas Iwan.
"Tapi, tentunya kita berharap ke depan akan ada pengembangan kawasan, sehingga penjualan BBM akan meningkat. Adanya BBM Satu Harga akan membuat kawasan itu menjadi ramai karena ada pertumbuhan ekonomi," kata Iwan melanjutkan.
Keuntungan penjualan BBM, dari pengakuan Iwan, sebenarnya bukan datang dari penjualan Solar dan Premium. Namun, dari hasil penjualan Pertamax yang jauh lebih mahal.
"Itulah salah satu kendala payahnya mencari investor BBM Satu Harga, karena dengan pendapatan yang diperoleh, lalu dipotong-potong pengeluaran, belum lagi cicilan bank, berapa tahun balik modal?" kata Kepala BPH Migas, Fanshurullah Asa di tempat yang sama.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BPH Migas Minta Pertamina Perluas Pertashop di Lombok
