
Pak Jokowi! Tolong Benahi Pengadaan Bansos Sembako Covid

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menciduk Juliari Batubara dalam kasus dugaan korupsi bansos, banyak pertanyaan muncul mengenai pengadaan dalam bantuan sosial (bansos). Kalangan produsen yang produknya menjadi salah satu paket barang bantuan menanggapi kasus ini.
Misalnya kalangan produsen sarden mengaku tidak langsung mendapat pengajuan permintaan barang dari pihak pemerintah, dalam hal ini Kemensos, melainkan dari pihak ketiga atau vendor. Selain itu, jumlah vendor yang menawarkan pun bukan dari satu pihak, melainkan ratusan. Sistem pengadaan seperti ini dinilai rawan akan terjadinya penyelewengan. Mereka mendesak agar pemerintah melakukan perbaikan untuk pengadaan bansos sembako 2021.
Bansos pemerintah pusat dikemas dalam kantong berwarna merah putih yang isinya mencakup 10 item. Di antaranya adalah mi instan, kornet, sarden, sambal, kecap, susu hingga minyak goreng. Sembako senilai Rp 600 ribu yang akan disalurkan 2 kali dalam satu bulan selama tiga bulan berturut-turut.
"Ada kejadian baru-baru ini dugaan korupsi itu kita juga bingung. Dalam artian kita coba komunikasi tapi nggak tahu ada respons (Kemensos). Dan kami minta ambil hikmah dari kejadian Kemensos, mari komunikasi dengan produsen langsung, jangan lewat broker," sebutnya.
Adanya komunikasi yang jelas dari Kemensos bakal membuat pengadaan lebih mudah dan meminimalisir potensi terjadinya korupsi. Di sisi lain, produsen bisa lebih bersiap dalam mengantisipasi berapa banyak yang bakal dibuat, mulai dari menyiapkan bahan baku hingga produksinya.
"Dari teknis misalnya setelah produksi harus ada masa inkubasi 1 minggu, dinetralisir karena ikan kaleng sangat tinggi standar mutunya. Baru di-packaging, baru didistribusikan, kan butuh waktu. Lalu ikan juga terkait musim, misal stok lokal kosong dari mana-mana, apalagi musim angin seperti ini kami harus impor. Impor pun harus proses izin. Jadi perlu diberi penjelasan," sebut Ady.
Kejelasan mengenai besarnya pengadaan perlu sesegera mungkin dimulai. Apalagi jika melihat bantuan sosial bakal kembali berlanjut di tahun depan. Jangan sampai kasus 'Juliari Batubara' selanjutnya terjadi.
"Karena kita terus lanjut sampai 2021, berapa butuh untuk bansos, berapa harganya. Harga equivalent dengan equity, jadi kalo gitu kami bisa merancang," jelasnya.
Diminati Negara Lain
Pengadaan bantuan sosial (bansos) bukan hanya terjadi di Indonesia. Di banyak negara lain, bansos juga diberikan oleh pemerintah di negaranya, misalnya untuk memenuhi sarden, sejumlah negara harus impor dari Indonesia.
"Negara-negara Afrika juga butuh untuk semacam bansos. Malaysia juga banyak beli ke Indonesia," kata Ady.
Ia mengaku permintaan ekspor dari negara lain cukup besar, namun pengusaha enggan memberi sepenuhnya keluar karena melihat kebutuhan di dalam negeri. Saat awal-awal masa pandemi, produksi tidak bisa berjalan normal, sehingga harus menahan kucuran ekspor keluar.
"Malaysia ada, ekspor sarden kita meningkat tahun ini, tapi peningkatannya kecil karena kita kendalikan. Ngga jor-joran," jelas Ady.
Ketika negara lain rajin jemput bola untuk memenuhi kebutuhan bansos dalam negerinya, Indonesia justru berkutat dengan birokrasi yang rumit. Besarnya anggaran dalam pengadaan ini seharusnya mendapat pengawasan yang baik, sayangnya yang terjadi justru berbelit.
Ady mengaku hingga kini belum dihubungi oleh pihak Kemensos dalam pengadaan sarden, melainkan justru dari ketiga atau vendor. Selain itu, jumlah vendor yang menawarkan pun bukan dari satu pihak, melainkan ratusan. Sistem pengadaan seperti ini dinilai rawan akan terjadinya penyelewengan dana.
"Bingung kan, masak ada yang mau beli 100 juta kaleng, 20 juta kaleng (katanya) saya mau bayar di depan. Emang kaleng disulap, kan kaleng dibikin dulu. Ternyata kami pun nggak ada kejelasan," sebutnya.
KetuaKPK Firli Bahuri sempat mengungkapkan paket sembako di Kementerian Sosial dengan nilai kurang lebih Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan sebanyak dua periode. Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh rekanan Kemensos sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket bantuan sosial.
"Saudara JPB selaku Menteri Sosial menunjuk MJS dan AW sebagai PPK dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS," kata Firli dalam konferensi pers, Minggu (6/12/2020).
Ia mengatakan, untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket bantuan sosial.
Artinya, Matheus dan Adi mengambil 'ceban' dari setiap paket. Keduanya melakukan kontrak pekerjaan dengan suplier yang salah satunya PT RPI yang diduga milik Matheus.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bansos 'Disikat' Ceban: Barang Bantuan Ditekan Paling Murah!