Bisnis Ritel Berdarah-Darah, Akhir Tahun Happy Nggak?

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
03 December 2020 17:57
Pengunjung berbelanja di Matahari Store dikawasan Jakarta, Senin (30/11/2020). PT Matahari Departement Store Tbk (LPPF) menutup 6 gerainya hingga akhir tahun ini. Jumlah gerai perusahaan ritel ini akan berkurang dari 153 toko menjadi 147 toko.  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Matahari Department Store (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebelum dan sesudah ada pandemi covid-19, bisnis ritel sudah dalam tekanan hingga banyak pelaku usaha yang berdarah-darah. Saat pandemi sudah berjalan selam 9 bulan, pebisnis ritel masih menaruh harapan ada ungkitan penjualan di akhir tahun.

Anggota Dewan Pembina Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Handaka Santosa mengatakan bahwa pertumbuhan Desember ini tentu tidak akan sama dengan tahun lalu. Meski begitu, dia menjelaskan ada peluang pendapatan yang hilang itu mulai dikompensasi perusahaan pada akhir tahun.

"Ya tentu kalau dilihat Desember di 2020 kita tidak bisa mengharapkan sama dengan 2019 itu. Kami sadar kalau dulu kita bicara target sekarang bicara tahun lalu ya Ini udah satu kemunduran buat para pengusaha terutama Ritel. Namun kalau dilihat sudah ada tendensi kenaikan, bayangin pada waktu Maret pertama kali oleh diumumkan oleh presiden adanya yang tertular Covid-19," ujar Handaka Santosa dalam program PROFIT CNBC Indonesia, Kamis (3/12/2020).

Dia menuturkan bahwa dorongan daya beli mungkin bisa saja meningkat asalkan pihak ritel memberikan beberapa penawaran menarik. Optimisme dari konsumen ini, diharapkan bisa datang pula dari kelompok kelas menengah ke atas seiring dengan berbagai kabar baik mengenai vaksin.

Sementara itu Handaka berharap agar di penutup tahun ini bisnis ritel bisa naik sekitar 70 persen. " Ya, Desember ini kami berharap 70 persen ada kenaikan dari tahun lalu," katanya.

Penjualan model daring kini menjadi pilihan para peritel modern di tengah pandemi virus corona. Ia menyebut bahwa pada praktiknya, strategi itu sebelum pandemi belum terlalu signifikan. Namun kini, penjualan daring mampu mendongkrak para peritel modern.

"Kalau kita telusuri lebih lama para peritel ini memang sudah masuk ke dunia online sejak 3 tahun yang lalu dan secara bertahap memperbaiki kinerja dari online dan terjadi kenaikan tapi pada waktu itu volume dari online tuh masih antara 1 sampai 2 persen," ujar Handaka.

Dia menuturkan bahwa sejumlah peritel saat ini telah memiliki toko daring. Menurutnya di tengah pandemi ini, penjualan dari jalur tersebut mampu menyumbang 10 kali dari omset yang sebelum pandemi.

Selain penjualan fisik dan online, para pengusaha ritel juga mengandalkan Omnichannel lainnya seperti chat whatsapp dan drive thru. Ini tentunya menjadi pengalaman dan adaptasi baru berbelanja ritel di tengah pandemi.

"Sekarang kalau online yang mencapai 10 kali dari omset yang lama sebelum adanya pandemi. Sebetulnya, bukan hanya online saja para peritel juga menerapkan Omni Channel dan ini sangat mempengaruhi bagaimanakah sumber belanja. Sekarang malah Whatsapp dan tren nya pelanggan bisa tanya dan drive thru juga," papar dia.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Warga +62 Mulai Belanja Lagi Hingga ECB Kerek Suku Bunga

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular