Internasional

Vaksin Pfizer Ampuh Bikin Negeri 'John Bull' Keluar Resesi?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
03 December 2020 19:02
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson
Foto: Perdana Menteri Inggris Boris Johnson (AP Photo/Alastair Grant)

Jakarta, CNBC Indonesia - Negeri 'John Bull' Inggris mencatatkan sejarah di tahun ini sebagai negara pertama yang merestui penggunaan darurat vaksin Covid-19. Pfizer-BioNTech mendapatkan kehormatan karena vaksin yang mereka kembangkan bakal digunakan untuk keadaan darurat nasional di negeri Ratu Elizabeth tersebut. 

Kabar tersebut berhembus kemarin Rabu (2/11/2020).  Inggris telah memesan kurang lebih 40 juta dosis vaksin Covid-19 dari Pfizer. Jumlahnya cukup untuk memvaksinasi kurang lebih sepertiga populasi Inggris. Namun tidak semua dosis vaksin tersebut akan sampai ke tangan Inggris tahun ini.

Inggris baru akan menerima 800 ribu dosis vaksin dari pabrik Pfizer yang berlokasi di Belgia. Hingga akhir tahun nanti jumlah dosis yang akan diterima Inggris bakal mencapai jutaan menurut keterangan Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock sebagaimana diwartakan NBC News.

Rencananya, mulai minggu depan ada sebanyak 800 ribu dosisvaksin bakal disuntikkan untuk segelintir orang dari golongan tenaga medis dan kelompok berisiko lain seperti lansia di atas 80 tahun.

Perdana Menteri Borish Johnson pun menyambutnya dengan gembira. Ia berharap dengan dimulainya vaksinasi di Inggris bakal kembali memutar roda ekonomi lebih kencang.

"Luar biasa," kata Perdana Menteri Boris Johnson. "Perlindungan vaksinlah yang pada akhirnya akan memungkinkan kita untuk mendapatkan kembali hidup kita dan membuat ekonomi bergerak kembali."

Sebagai negara maju, ekonomi Inggris pun tak luput dari resesi. Apalagi Inggris termasuk negara yang menerapkan lockdown. Pembatasan mobilitas membuat perekonomian terkena pukulan ganda baik dari sisi pasokan maupun permintaan.

Pada kuartal kedua tahun ini, output perekonomian Inggris mengalami kontraksi yang dalam. PDB Inggris tercatat minus lebih dari 20% secara year on year (yoy). Namun seiring dengan pelonggaran pembatasan di kuartal ketiga performa ekonominya membaik meski tetap berada di zona negatif. 

Pelonggaran pembatasan bukan tanpa konsekuensi serius. Bertepatan dengan masuknya periode musim dingin, kasus infeksi Covid-19 di Britania Raya kembali melesat. Kini Inggris sedang menghadapi gelombang kedua wabah Covid-19. Pembatasan mobilitas pun kembali diterapkan walaupun tak seketat lockdown jilid I.

Artinya perekonomian Inggris sampai akhir tahun ini masih belum bisa terselamatkan. Besar kemungkinan di kuartal keempat juga masih akan mencatatkan kontraksi kendati vaksinasi sudah dimulai.

Lagipula jika satu orang butuh dua dosis vaksin artinya masyarakat Inggris yang bakal tervaksinasi sampai akhir tahun masih kurang dari 1 juta orang.

Vaksin yang dikembangkan oleh Pfizer-BioNTech merupakan salah satu kandidat yang diunggulkan. Hasil uji klinis tahap akhirnya mengklaim vaksin ini memiliki tingkat efektivitas yang tinggi bahkan sampai 95%. 

Namun angka efektivitas tersebut adalah berdasarkan hasil uji klinis artinya tingkat kemanjuran di lapangan bisa lebih rendah. Belum lagi tidak diketahui dengan detail bagaimana vaksin tersebut memberikan proteksi kepada orang yang diimunisasi apakah proteksi parsial atau menyeluruh. 

Pasalnya tingkat keampuhan inilah yang akan benar-benar menentukan apakah ekonomi bisa berputar lebih kencang karena bisa mengembalikan mobilitas yang menjadi motor perekonomian.

Sampai saat ini mobilitas masyarakat Inggris masih tertekan ditambah dengan adanya gelombang kedua wabah. Masyarakat lebih banyak tinggal di rumah ketimbang menghabiskan waktu di luar rumah seperti dilaporkan oleh Google lewat Community Mobility Trend Report-nya.

Inggris memang mendahului AS dan negara-negara Uni Eropa (UE) lainnya dalam hal pengesahan darurat vaksin Covid-19. Namun ini tak serta merta membuat ekonomi Inggris juga akan langsung kinclong.

Pasalnya pangsa ekspor terhadap PDB Britania tergolong besar yakni mencapai 30%. Ketika permintaan global terutama dari mitra dagangnya yaitu UE masih lemah maka ini jadi penghambat laju perekonomian Inggris. Apalagi di tengah situasi dan risiko Brexit yang tidak menentu. 

Lagipula jika mengandalkan konsumsi masyarakatnya sebagai motor penggerak ekonomi, angka pengangguran yang melonjak tajam menjadi 4,8% pada September lalu dan menjadi yang tertinggi sejak 2017 rasanya juga susah. 

Dampak yang ditimbulkan oleh Covid-19 memang parah sehingga tetap butuh waktu untuk memulihkan ekonomi ke level sebelum pandemi terutama untuk negara-negara maju yang dicirikan dengan pertumbuhan ekonomi yang cenderung rendah. Kalaupun ekonomi melesat di tahun 2021 ada fenomena low base effect di sana.

Komisi UE memproyeksikan ekonomi Inggris bakal terkontraksi 8,3% (yoy) tahun ini dan rebound dengan laju 6% (yoy) tahun depan. Sementara itu Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi ekonomi Inggris terkontraksi 9,8% (yoy) tahun ini dan melesat 5,9% (yoy) tahun depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular