
Iuran BPJS Naik? Bakal Banyak Jadi 'Orang Miskin' Biar Gratis

Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tubagus Achmad Choesni mengatakan, pihaknya telah melakukan forum group discussion (FGD) oleh berbagai rumah sakit, baik rumah sakit publik dan swasta. Mulai dari regional Barat, Tengah, dan Timur. FGD tersebut membhas menegenai penerapan kelas standar.
Hasil FGD dengan antar RS tersebut, hasilnya, 72% RS setuju menerapkan kelas standar, 16% RS tidak setuju menerapkan kelas standar, dan 12% tidak tahu.
"Yang belum menyetujui, karena agak concern dengan kesiapan infrastruktur dan harus melakukan tahapan secara baik. Sementara yang 12% tidak tahu akan diperbaiki dengan konsultasi publik," ujar Choesni dalam kesempatan yang sama.
Sampai saat ini, DJSN memiliki empat opsi skenario pentahapan kelas standar.
Skenario pertama, kelas standar dilakukan di RS Vertikal, RS Pemerintah lainnya dan RS Swasta. Skenario kedua, kelas standar kemungkinan akan dilakukan di RS Pemerintah dan RS Swasta.
Sementara Skenario ketiga, penerapan kelas standar disesuaikan dengan bed occupancy ratio (BOR). BOR merupakan angka yang menunjukan persentase penggunaan tempat tidur di unit rawat inap atau bangsal.
"Kabupaten/kota dengan BOR di bawah 40%, kabupaten/kota dengan BOR 41% sampai 69%, serta kabupaten/kota dengan BOR di atas 70%," jelas Choesni.
"Skenario keempat dengan melihat kesiapan pemerintah daerah, terkait supply side," kata Choesni melanjutkan.
Anggota DJSN Muttaqien menjelaskan, jika mengenai besaran iuran, sampai saat ini pihaknya masih membuat beberapa simulasi dan menarik data yang ada di BPJS Kesehatan. Diakuinya, penetapan iuran ini akan dilakukan dengan sangat hati-hati.
"Agar memperkuat ekosistem JKN untuk keberlanjutan dan peningkatan kualitas JKN. Juga masih menunggu keputusan final dari kebijakan manfaat terkait Kebutuhan Dasar Kesehatan, yang juga akan memiliki pengaruh kepada besaran iuran nanti," kata Muttaqien kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (30/11/2020).
Sebelumnya, Saleh Partaonan Daulay, anggota Komisi IX DPR pernah mengusulkan agar besaran iuran BPJS Kesehatan, jika kelas standar diterapkan dengan nilai Rp 75.000. Karena berhitung berdasarkan aktuaria kelas 3 dan kelas 2.
"Secara umum, mungkin bisa dibayangkan itu kelas standar antara kelas 3 dan kelas 2. Di atas kelas 3, tapi tidak sampai kelas 2," jelas Saleh kepada CNBC Indonesia.
Untuk diketahui, penerapan kelas standar merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Yang seharusnya kelas standar sudah bisa diterapkan 2004 silam. Namun, proses penyusunan kriteria baru berlangsung sejak 2018 lalu.
Kelas standar untuk peserta BPJS Kesehatan artinya, semua fasilitas dan layanan kesehatan akan disamaratakan, tidak ada sistem kelas 1, 2, dan 3, yang selama ini berjalan.
[Gambas:Video CNBC]