Kasus Covid RI Melonjak Bulan Ini, Jangan-jangan Karena...

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
26 November 2020 16:06
Warga menjalani tes usap atau swab test di GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium), Cilandak, Jakarta, Senin (2/11/2020). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Warga menjalani tes usap atau swab test di GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium), Cilandak, Jakarta, Senin (2/11/2020). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia sempat mencatatkan penurunan jumlah kasus baru infeksi Covid-19 sejak minggu kedua bulan Oktober. Namun tren kenaikan kasus mulai terjadi lagi pada minggu kedua bulan ini. 

Rasanya terlalu dini untuk menyebut Indonesia memasuki fase gelombang kedua Covid-19 seperti yang terjadi di kebanyakan negara Eropa, Inggris dan Amerika. Pasalnya lonjakan kasus baru belum benar-benar melandai di Indonesia. Artinya Indonesia belum benar-benar melalui gelombang pertama wabah.

Saat ini sudah 511 ribu orang lebih di Tanah Air yang teridentifikasi mengidap Covid-19 sejak awal kasus pertama diumumkan awal Maret lalu. Kemarin, jumlah kasus infeksi meledak lagi. Tak tanggung-tanggung kasus bertambah 5.534 dalam sehari mengungguli rekor sebelumnya pada 13 November di angka 5.444 kasus.

Angka pergerakan rata-rata kasus dalam periode tujuh harian juga mulai menanjak lagi sejak 7 November lalu. Kenaikan ini membuat puncak yang teridentifikasi di awal Oktober hanyalah semu belaka. 

Ada beberapa hal yang ditengarai menjadi pemicu kenaikan kasus belakangan ini. Misalnya libur panjang cuti bersama Maulid Nabi Muhammad SAW akhir Oktober lalu yang memicu banyaknya kendaraan keluar dari Ibu Kota.

Namun sebenarnya akan menjadi percuma dan mustahil kasus bisa dideteksi jika tidak ada mekanisme contact tracing dan testing yang dilakukan. Masalah menjadi semakin rumit dengan adanya fenomena orang tanpa gejala (OTG) yang bisa menjadi penyebar virus ganas tersebut.

Lagipula masa inkubasi virus untuk bisa menimbulkan gejala maupun bisa menulari orang juga harus diperhitungkan. Artinya tes dan masa inkubasi virus adalah dua hal yang seharusnya mampu menjelaskan mengapa tren pertambahan kasus meningkat tetapi tidak terjadi secara langsung. 

Jumlah tes yang dilakukan Indonesia memang cenderung turun saat akhir Oktober. Ini bisa menjelaskan mengapa pertambahan kasus Covid-19 per harinya tidak seagresif minggu-minggu sebelumnya. 

Pasca libur panjang akhir Oktober, tes Covid-19 mulai digenjot lagi. Hal ini berdampak pada peningkatan kasus yang dilaporkan di Tanah Air satu minggu setelah liburan usai. Apabila butuh waktu 1-2 minggu masa inkubasi virus ditambah dengan peningkatan jumlah tes maka seharusnya dampak kerumunan 10 November terhadap lonjakan kasus per harinya bisa diamati saat ini dan memang trennya pun juga naik. 

Kalau sudah begini dan kasus naik lagi siapakah pihak yang harus disalahkan? Orang-orang yang bedol desa dari DKI Jakarta untuk berlibur atau kerumunan pada 10 November lalu?

Pada dasarnya mencari-cari kesalahan adalah tindakan yang jauh dari kata solutif. Identifikasi akar masalah memang perlu untuk meramu formula solusi yang tepat. Kesadaran masyarakat bahwa saat ini kondisinya sedang genting memang harus dibangun.

Dari sisi masyarakat kesadaran untuk terus menerapkan 3M (menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak). Sayangnya masih banyak dijumpai pelanggaran di kalangan masyarakt dalam hal protokol kesehatan ini.

Hal lain yang juga tak kalah penting adalah bagaimana upaya penanganan pemerintah terhadap pandemi itu sendiri. Seperti yang diketahui bersama framework untuk menangani pandemi saat ini adalah melalui testing, tracing & treatment (3T). 

Pada tataran implementasi banyak sekali hal yang kurang di sana-sini dari program tersebut. Misal dari sudut pandang testing saja, sampai saat ini jumlah tes harian yang dilakukan di Indonesia masih cenderung fluktuatif dan tidak konsisten. 

Sebagai salah satu bukti bahwa tes Covid-19 yang dilakukan di Indonesia masih tidak mencukupi adalah angka positive rate. Angka ini merujuk pada berapa banyak orang yang ditemukan positif Covid-19 dari total yang dites.

Mengacu pada indikator tersebut, positive rate di Indonesia masih berada di atas 10%. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut wabah tes Covid-19 dikatakan mencukupi apabila positive rate di bawah 10% atau lebih baik lagi di bawah 3%. Artinya Indonesia belum sampai ke sana!

Padahal jika jumlah tes dilakukan mencukupi dan dengan prosedur yang konsisten maka data Covid-19 yang ada saat ini akan menjadi lebih bermakna dan bisa digunakan untuk mengambil strategi dan langkah penanganan pandemi yang lebih efektif.

Sayangnya testing tidak bisa dilepaskan dari tracing. Percuma saja jika tes dilakukan tapi pelacakan secara disiplin dan komprehensif tidak digalakkan. Dua hal ini saja sampai sekarang belum benar-benar bisa optimal dilakukan, bagaimana bisa wabah Covid-19 yang ganas dijinakkan kalau begitu?

Ibarat kata kalau 3M masyarakat kendor 3T pemerintah tekor, ya jangan salahkan kalau kasus Covid-19 masih akan terus cetak rekor!

Sekarang pilihan ada di tangan masyarakat dan pemerintah. Dua pihak inilah yang akan sangat menentukan kapan pandemi Covid-19 akan melandai dan berakhir. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular