
'Kegilaan Terakhir' Trump ke Iran Makan Korban Rusia & China

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat kembali menjatuhkan sanksi kepada beberapa perusahaan asal China dan Rusia karena dianggap mempromosikan program rudal Iran.
Pemerintahan Presiden Donald Trump juga berencana untuk mengumumkan sanksi tambahan terhadap Iran dalam beberapa minggu mendatang terkait dengan senjata, senjata pemusnah massal dan pelanggaran hak asasi manusia.
Hal ini disampaikan oleh Elliott Abrams, perwakilan khusus Departemen Luar Negeri untuk Iran, pada Rabu (25/11/2020) di sebuah acara Institut Beirut. "Kebijakan kami akan sama hingga 20 Januari," kata Abrams, dikutip dari South China Morning Post (SCMP).
Perusahaan yang baru mendapat sanksi adalah Chengdu Best New Materials Co. dan Zibo Elim Trade Company yang berbasis di China, serta Nilco Group, Elecon dan Aviazapchast yang berbasis di Rusia.
Pemerintahan AS di bawah kepemimpinan Trump terus meningkatkan tekanan terhadap Iran di bulan-bulan terakhir masa jabatannya, memberlakukan sanksi baru minggu ini yang dapat mempersulit rencana Biden.
Berbeda dengan Trump, Presiden AS terpilih Joe Biden malah berencana bergabung kembali dengan perjanjian nuklir Iran. Iran bakal kembali membuka kesepakatan apabila AS mematuhi ketentuan perjanjian.
AS telah meningkatkan tekanannya terhadap Iran sejak Trump keluar dari kesepakatan multinasional 2015 yang menawarkan keringanan sanksi sebagai imbalan atas pembatasan program nuklir Iran.
Perjanjian tahun 2015 antara Iran dan sejumlah negara kekuatan dunia menyebutkan mereka akan mencabut sanksi ekonomi yang menghukum Teheran, asal Iran membatasi secara ketat pada aktivitas nuklir.
Tetapi setelah Presiden Donald Trump menarik Amerika Serikat dari kesepakatan pada tahun 2018, Iran telah melanggar beberapa batasan itu, mempersingkat waktu yang dibutuhkan Teheran untuk membuat bom atom.
Trump memberlakukan kembali sanksi yang dikurangi di bawah Rencana Aksi Komprehensif Bersama (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA) dan telah memberikan banyak sanksi tambahan terhadap Iran, memberikan pukulan telak bagi ekonomi negara itu.
Nilai mata uang negara itu jatuh, inflasi merajalela, dan ekspor minyaknya yang menjadi sumber utama pendapatan Iran turun drastis. Sementara sistem perbankan dan militernya juga terkena sanksi. Namun sanksi tersebut tidak menghalangi Iran untuk memajukan program nuklirnya.
Menurut Badan Energi Atom Internasional, Iran telah mengumpulkan 12 kali jumlah uranium rendah yang diizinkan berdasarkan perjanjian, melebihi tingkat pengayaan yang ditetapkan oleh kesepakatan dan memperkenalkan lebih banyak sentrifugal daripada yang diizinkan oleh perjanjian tersebut.
Awal bulan ini, inspektur Perserikatan Bangsa-Bangsa mengonfirmasi bahwa Iran menambah persediaan bahan nuklirnya, menjadi pelanggaran terhadap kesepakatan 2015 yang dipicu oleh keluarnya AS. Pemerintah Iran menyangkal pernah melakukan penelitian senjata nuklir.
(sef/sef) Next Article Alert! Fasilitas Nuklir Iran Meledak, Disebut Diserang Israel
