Kelas Standar BPJS Kesehatan Mulai 2022, Tarifnya Rp 75.000?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
25 November 2020 07:40
cover topik/BPJS Kesehatan_dalam
BPJS Kesehatan

Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) bersama otoritas terkait masih melakukan pengkajian mengenai penerapan kelas standar untuk peserta BPJS Kesehatan. Pemerintah menargetkan kelas standar baru akan diimplementasikan pada 2022 mendatang.

Dengan adanya rawat inap kelas standar di dalam program BPJS Kesehatan ini nantinya akan menghapus sistem kelas 1,2, dan 3. Sehingga kelas standar hanya akan terbagi menjadi dua kriteria yakni, kelas untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan kelas untuk peserta non-PBI.



Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan, penerapan rawat inap kelas standar, merupakan salah satu kebijakan yang masuk di dalam manfaat program JKN berbasis kebutuhan dasar kesehatan (KDK).

Proses peninjauan manfaat JKN berbasis KDK dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan, DJSN, BPJS Kesehatan, Kementerian Keuangan, Akademisi dan Organisasi Profesi.


"Implementasi secara bertahap kelas standar bertahap di RS Vertikal pada tahun 2022," jelas Terawan saat menghadiri rapat dengan Komisi IX DPR, Selasa (24/11/2020).

Terkait proses implementasi kelas standar ini nanti, Kemenkes akan melakukan sosialisasi dan koordinasi lintas sektor, pemetaan sarana dan prasarana RS saat ini, menyusun regulasi, dan memperhitungkan anggaran di dalam pemenuhan standarisasi.

Terawan menjelaskan, kelas standar akan memiliki konsep yang memperhatikan akses dan mutu sesuai standar pelayanan, kebutuhan standar minimal sarana prasarana dan alat kesehatan yang harus terpenuhi di setiap ruang rawat inap.

Rawat inap kelas standar juga memenuhi standar pencegahan dan pengendalian infeksi dan keselamatan pasien, sumber daya manusia yang sesuai dengan rasio kebutuhan pasien sesuai dengan jenis pelayanan rawat inap, serta memenuhi 10 kriteria umum sarana prasarana rawat inap.

Rawat inap kelas standar peserta PBI akan berisi maksimal 6 tempat tidur, sedangkan non PBI maksimal 4 tempat tidur.

"Saat ini konsep dan kriteria kelas rawat inap standar Jaminan Kesehatan Nasional telah dituangkan dalam kajian kelas rawat inap yang disusun oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional," tuturnya.

Ketua DJSN Tubagus Achmad Choesni mengatakan, pihaknya telah melakukan forum group discussion (FGD) oleh berbagai rumah sakit, baik rumah sakit publik dan swasta. Mulai dari regional Barat, Tengah, dan Timur.

Hasil FGD dengan antar RS tersebut, hasilnya, 72% RS setuju, 16% RS tidak setuju, dan 12% tidak tahu.

"Yang belum menyetujui, karena agak concern dengan kesiapan infrastruktur dan harus melakukan tahapan secara baik. Sementara yang 12% tidak tahu akan diperbaiki dengan konsultasi publik," ujar Choesni dalam kesempatan yang sama.

Sampai saat ini, DJSN memiliki empat opsi skenario pentahapan kelas standar.

Skenario pertama, kelas standar dilakukan di RS Vertikal, RS Pemerintah lainnya dan RS Swasta. Skenario kedua, kelas standar kemungkinan akan dilakukan di RS Pemerintah dan RS Swasta.

Sementara Skenario ketiga, penerapan kelas standar disesuaikan dengan bed occupancy ratio (BOR). BOR merupakan angka yang menunjukan persentase penggunaan tempat tidur di unit rawat inap atau bangsal.

"Kabupaten/kota dengan BOR di bawah 40%, kabupaten/kota dengan BOR 41% sampai 69%, serta kabupaten/kota dengan BOR di atas 70%," jelas Choesni.

"Skenario keempat dengan melihat kesiapan pemerintah daerah, terkait supply side," kata Choesni melanjutkan.

Berdasarkan pengawasan Dewan BPJS Kesehatan di lapangan, sampai dengan Oktober 2020, fasilitas kesehatan (faskes) belum memahami bagaimana definisi dari kelas standar.

Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk melakukan komunikasi, koordinasi dan sosialisasi secara insentif dan transparan khususnya dengan asosiasi rumah sakit dan pemerintah daerah.

"Informasi yang diperoleh, faskes belum tepat dan jelas mengenai rencana implementasi KDK dan kelas standar. Faskes membutuhkan persiapan, dan seperti apa kriterianya," jelas Ketua Dewan Pengawas BPJS Chairul Radjab Nasution dalam kesempatan yang sama.

"Melakukan sosialisasi intensif kepada faskes terkait rencana penerapan KDK dan kelas standar agar tidak berdampak pada risiko reputasi bagi BPJS Kesehatan," kata Chairul melanjutkan.

Menurut Chairul, batas waktu peninjauan manfaat perlu disepakati seluruh stakeholder organisasi profesi dan asosiasi faskes. Juga mesti jelas seperti apa definisi, kriteria, dan ruang lingkup KDK dan kelas standar, khususnya dengan organisasi profesi dan asosiasi rumah sakit.

HALAMAN SELANJUTNYA >> Iuran BPJS Kesehatan Kelas Standar Rp 75.000?

Anggota DJSN Muttaqien menjelaskan, pengkajian kelas standar masih terus dibahas antara DJSN, Kementerian Kesehatan, Asosiasi Rumah Sakit, dan stakeholder lainnya.

Penerapan kelas standar nantinya, kata Muttaqien, akan dibagi ke dalam dua kelas, yakni Kelas A yang diperuntukkan bagi peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) dan Kelas B diperuntukkan untuk peserta Non-PBI JKN.



Ada dua perbedaan antara Kelas A dan Kelas B. Misalnya, di Kelas A, minimal luas per tempat tidur (dalam meter persegi/m2) adalah 7,2 m2 dengan jumlah maksimal 6 tempat tidur per ruangan.

Sementara di Kelas B luas per tempat tidur 10 m2, dengan jumlah maksimal tempat 4 tidur per ruangan. 


Infografis: Setujukah BPJS Kesehatan Kelas Standar Rp 75.000/Bulan?Foto: Infografis



Mengenai besaran iuran, Muttaqien mengatakan sampai saat ini, pihaknya masih membuat beberapa simulasi dan menarik data yang ada di BPJS Kesehatan. Diakuinya, penetapan iuran ini akan dilakukan dengan sangat hati-hati.

"Agar memperkuat ekosistem JKN untuk keberlanjutan dan peningkatan kualitas JKN. Juga masih menunggu keputusan final dari kebijakan manfaat terkait Kebutuhan Dasar Kesehatan, yang juga akan memiliki pengaruh kepada besaran iuran nanti," kata Muttaqien kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (23/11/2020).

Sebelumnya, Saleh Partaonan Daulay, anggota Komisi IX DPR pernah mengusulkan agar besaran iuran BPJS Kesehatan, jika kelas standar diterapkan dengan nilai Rp 75.000. Karena berhitung berdasarkan aktuaria kelas 3 dan kelas 2.

"Secara umum, mungkin bisa dibayangkan itu kelas standar antara kelas 3 dan kelas 2. Di atas kelas 3, tapi tidak sampai kelas 2," jelas Saleh kepada CNBC Indonesia, Senin (21/9/2020).

Untuk diketahui, penerapan kelas standar merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Yang seharusnya kelas standar sudah bisa diterapkan 2004 silam. Namun, proses penyusunan kriteria baru berlangsung sejak 2018 lalu.

Kelas standar untuk peserta BPJS Kesehatan artinya, semua fasilitas dan layanan kesehatan akan disamaratakan, tidak ada sistem kelas 1, 2, dan 3, yang selama ini berjalan.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular