Blok Rokan Tetap Jadi Tulang Punggung Produksi Minyak RI 2030

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
24 November 2020 17:28
blok rokan
Foto: detikFinance/Muhammad Idris

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memiliki target produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030. Untuk mencapai target ini, Blok Rokan menjadi salah satu kuncinya.

Blok Rokan bakal dikelola oleh Pertamina Hulu Rokan pada Agustus 2021 mendatang, setelah kontrak Chevron Pacific Indonesia berakhir. Penasihat Ahli Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Satya Widya Yudha mengatakan, potensi minyak di Blok Rokan diperkirakan masih besar yakni mencapai 2 miliar barel.

Melihat potensi yang besar ini, maka menurutnya Blok Rokan akan tetap menjadi tulang punggung produksi migas nasional dalam jangka waktu yang lama. Melalui produksi dari lapangan yang telah ada, optimalisasi lapangan, optimalisasi metode water-flood (injeksi air), steam-flood (injeksi uap), serta chemical Enhanced Oil Recovery (EOR).

"Jadi, wilayah kerja ini juga akan menjadi andalan untuk mendukung target produksi minyak 1 juta barel per hari pada 2030," ungkap Satya seperti dikutip dari keterangan tertulis SKK Migas, Selasa (24/11/2020).

SKK Migas terus berupaya agar masa transisi Blok Rokan hingga 2021 dapat berjalan lancar. Upaya tersebut tidak hanya terkait kegiatan operasi produksi, namun juga hal krusial lainnya seperti proses perizinan terkait tanah.

Kepala Divisi Formalitas SKK Migas Didik S. Setyadi mengatakan, berdasarkan identifikasi SKK Migas, ada tanah yang akan menjadi lokasi pengeboran namun belum tersertifikasi sebagai milik Chevron Pacific Indonesia (CPI). Selain itu, ada pula tanah yang masih dimiliki masyarakat.

"Kesiapan perizinan mutlak dilalui karena peralatan pengeboran walaupun sudah ready akan terkendala jika tanah yang menjadi lokasi pemboran masih dikuasai pihak lain maupun status legalitasnya belum jelas," paparnya.

Sementara itu, Pengamat Migas Mukhtasor mengatakan, alih kelola menjadi cukup rumit karena dalam kontrak kerja sama tidak mengatur hal-hal terkait alih kelola. Dia menyebut, salah salah satu pasal dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 15 Tahun 2015 menyebutkan operator baru boleh masuk enam bulan sebelum kontrak berakhir.

"Hal ini menjadi tidak efektif dan tidak akan mampu menjaga produksi saat operator baru masuk," ungkapnya.

Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi berharap Pertamina fokus menumpukan kekuatannya di Blok Rokan yang potensinya masih sangat besar dan sudah pasti hasilnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Begini Strategi Pertamina Tingkatkan Produksi Blok Rokan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular