
Produksi Minyak Pertamina di Luar Negeri Turun Akibat Pandemi

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP) mencatat produksi minyak dari lapangan luar negeri saat ini mencapai 100 ribu barel per hari (bph) dan produksi gas mencapai 155 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
Direktur Utama PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi John Anis mengatakan, angka tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan target karena adanya pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 berdampak pada penurunan permintaan minyak global dan juga harga minyak mentah dunia. Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) pun memutuskan untuk memotong produksi minyak. Dengan demikian, ini juga berdampak pada penurunan produksi minyak perseroan di lapangan luar negeri.
"Seperti diketahui, kondisi Covid-19 mengakibatkan terjadinya penurunan demand migas di seluruh dunia, sehingga ada kelebihan pasokan. Hampir semua negara kami beroperasi merupakan bagian dari OPEC. Ada production cut untuk menyeimbangkan supply and demand, sehingga produksi kami terpotong karena ada kuota di masing-masing negara tempat kami operasi. Dengan kondisi ini, kami menyesuaikan dengan kondisi yang ada," paparnya dalam acara NGOPI BUMN "BUMN Go Global, Indonesia Mendunia" secara virtual di Jakarta, Rabu (18/11/2020).
Dia mengatakan, Pertamina memiliki empat aset besar di luar negeri. Pertama di Aljazair (Algeria) sejak 2012, kemudian Irak sejak 2012, di Malaysia sejak 2014 dan yang terakhir adalah Prancis sejak akuisisi Maurel & Prom pada 2016. Maurel & Prom merupakan perusahaan Prancis dan terdaftar di bursa saham Prancis, dan Pertamina kini menjadi pemegang saham mayoritasnya yakni sebesar 71%.
Namun demikian, lanjutnya, bukan hal mudah menjejakkan kaki di negeri orang. Ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi, antara lain terkait dengan kondisi alam yang berbeda, perbedaan budaya, cara kerja yang berbeda hingga isu-isu geopolitik.
"Algeria misalnya, faktor keamanan nomor satu. Kita benar-benar menerapkan keamanan sangat ketat agar operasi lancar, termasuk gangguan al qaeda dan sebagainya," ujarnya.
Tantangan lainnya adalah menghadapi otoritas setempat dengan cara kerja yang berbeda dan juga isu tenaga kerja. Dia menyebut, sulit mendapatkan tenaga kerja berpengalaman, khususnya di wilayah Algeria.
"Di Algeria agak sulit mempunyai tenaga kerja yang berpengalaman. Begitu mereka berpengalaman, mereka pergi ke Timur Tengah. Alasannya, mereka ditawarkan gaji lebih tinggi, seperti di Qatar, Kuwait, dan Arab Saudi. Ini agak sulit mencari local employee berpengalaman," ungkapnya.
Begitu pun terkait medan atau kondisi geografis lokasi lapangan migas berada. Di Algeria, lapangan berada di tengah gurun, jauh dari mana pun. Adapun kota terdekat berjarak 400 kilo meter (km) dari lapangan migas perseroan.
"Ini tentu saja tantangan yang harus dihadapi. Di gurun pasir, saat musim panas itu sangat panas, lebih dari 40 derajat. Musim dingin malah mendekati 0 derajat. Ini mempengaruhi peralatan, kinerja dan lainnya," imbuhnya.
Namun demikian, imbuhnya, sebagai operator Pertamina bertugas menunjukkan kinerja terbaik. Dia menyebut, perseroan sempat dipandang sebelah mata terkait dengan kemampuan kinerja Pertamina di mata internasional.
"Alhamdulillah kinerja kita sangat baik. Kita bisa mengurangi jumlah hari pengeboran 30% di bawah target dengan efisiensi biaya 45%. Authority setempat sempat agak meremehkan. Ternyata kita bisa membuktikan, mereka sangat apresiasi, sejak dari situ mereka benar-benar takluk, reputasi kita diakui," jelasnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Target Produksi Minyak 1 Juta BPH Masih Andalkan Sumur Tua