Biar Tak Candu Impor, Begini Strategi Pemerintah Kurangi LPG

Rahajeng Kusumo, CNBC Indonesia
18 November 2020 14:45
gas LPG
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia- Impor LPG masih terus meningkat dari tahun ke tahun karena meningkatnya kebutuhan masyarakat. Tahun ini kebutuhan LPG diperkirakan mencapai 8,81 juta ton dan sebesar 77,63% dari kebutuhan tersebut diperkirakan masih harus diimpor.

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan peningkatan permintaan dan impor tersebut berdampak pada peningkatan subsidi LPG. Bahkan, bila impor LPG ini terus dibiarkan, menurutnya pada 2030 subsidi LPG bisa tembus Rp 70 triliun dari saat ini sekitar Rp 50-60 triliun.

Namun demikian, lanjutnya, bukan berarti pemerintah akan berdiam diri. Menurutnya, pemerintah terus berupaya mengurangi impor LPG ini dengan sejumlah cara, mulai dari pembangunan jaringan pipa gas untuk rumah tangga, menggencarkan kompor listrik, hingga pengembangan proyek gasifikasi batu bara berupa dimethyl ether (DME).

"Saat ini kami mendiskusikan untuk mengurangi impor energi, kami terus membangun jaringan pipa gas bumi ke rumah tangga. Sudah ada 600 ribu jaringan gas rumah tangga," kata Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, Djoko Siswanto kepada CNBC Indonesia, Rabu (18/11/2020).

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, sampai akhir 2019 sudah tersambung pipa gas bumi di 537.936 sambungan rumah tangga (SR), terdiri dari proyek yang menggunakan dana pemerintah (APBN) sebanyak 400.269 SR dan non-APBN sebanyak 137.667 SR.

Pada tahun ini ditargetkan bertambah 127.864 SR di 23 kabupaten/ kota di Sumatera dan Kalimantan dan pada 2021 bertambah lagi sebanyak 120.776 SR di 21 kabupaten/ kota di Sumatera, Sulawesi, dan Jawa.

Jargas Rumah Tangga Hingga DME, Solusi Atasi Impor Elpiji(CNBC Indonesia TV)Foto: Jargas Rumah Tangga Hingga DME, Solusi Atasi Impor Elpiji(CNBC Indonesia TV)
Jargas Rumah Tangga Hingga DME, Solusi Atasi Impor Elpiji(CNBC Indonesia TV)

Selain meningkatkan sambungan pipa gas rumah tangga, pemerintah juga akan meningkatkan penggunaan kompor listrik induksi di tengah masyarakat untuk mengurangi ketergantungan pada LPG. Menurutnya, penggunaan kompor listrik bisa menjadi alternatif pengganti LPG, terutama karena dari sisi biaya, pengadaan kompor listrik menurutnya lebih murah dibandingkan jaringan pipa gas.

Dia mengatakan, biaya investasi per rumah tangga untuk jaringan pipa gas cukup mahal, yakni mencapai Rp 10 juta. Sementara jika migrasi ke kompor listrik, menurutnya biaya pengadaannya maksimal 50% dibandingkan biaya investasi jargas rumah tangga.

Djoko mengatakan, subsidi bisa diberikan melalui pengadaan kompor dan pembelian peralatan masak. Tahun depan, lanjutnya, akan dicanangkan program 1 juta kompor listrik untuk mempercepat perpindahan penggunaan dari LPG.

"Kita akan memprogramkan kompor listrik lebih banyak lagi, sementara di tahap awal 1 juta kompor," katanya.

Selain jargas rumah tangga dan kompor listrik, yang paling efektif untuk mengurangi impor LPG menurutnya adalah melalui gasifikasi batu bara yang menghasilkan DME. Meski ada yang mengatakan gasifikasi tidak ekonomis, namun menurut Djoko, hal itu masih bisa dicari titik temu misalnya dengan menggunakan batu bara kalori rendah yang biasanya harganya lebih murah. Selain itu, akan ada insentif dari pemerintah agar harganya bisa lebih ekonomis.

"Insentif pemerintah bisa dengan keringanan royalti ataupun pajak dari Kementerian Keuangan ataupun Kementerian ESDM. Jadi, subsidi LPG digeser ke DME, sehingga harga di hulu dan jualnya bisa disesuaikan. Subsidi DME berdasarkan riset Rp 5 triliun, lebih kecil dibandingkan subsidi LPG yang bisa membengkak Rp 70 triliun," ujar Djoko.

Namun demikian, dari sisi produksi pun, pemerintah terus mengupayakan agar produksi LPG terus meningkat sekitar 500 ribu ton per tahun dari perkiraan stagnan di level 1,97 juta ton per tahun.

"Kami tetap usahakan menambah produksi LPG 500 ribu ton per tahun, tapi juga diimbangi dengan mengganti LPG menjadi dimethyl ether (DME) dari gasifikasi batu bara. Adanya DME nanti bisa mengganti 30%-40% LPG," tambahnya.

Sambil menunggu gasifikasi batu bara hingga empat tahun ke depan, pembangunan jargas rumah tangga akan tetap dilakukan dan juga mempercepat pemakaian kompor listrik.

"Hitungan kami, penggunaan energi kompor listrik atau biaya investasinya jauh lebih murah, pengeluaran rumah tangga pun lebih murah pakai listrik daripada LPG," katanya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kecanduan Impor LPG, DPR Sebut Ini Fakta Dilematis RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular