
Awas Malaysia Buat Marah China, Ini Sebabnya!

Jakarta, CNBC Indonesia - Malaysia disebut bakal membuat marah China. Ini terkait keputusan negeri itu untuk tetap membiarkan warga etnis Uighur yang melarikan diri dari China di negaranya.
Hal ini terungkap dari pemberitaan South China Morning Post (SCMP). Malaysia disebut diam-diam mengungkapkan tidak akan pernah mengekstradisi etnis Uighur yang melarikan diri dari China, bahkan jika permintaan itu datang langsung dari Negeri Tirai Bambu.
Pernyataan ini, muncul dalam sidang parlemen pada September lalu. Tapi tidak diumumkan kepada publik, sebagaimana.
Ini menandai pertama kalinya Malaysia menyatakan posisinya pada kasus Uighur. Inipun sangat kontras dengan Indonesia misalnya, yang baru-baru ini mendeportasi tiga warga Uighur kembali ke China.
Sebelumnya ribuan warga Uighur meninggalkan China ke negara-negara Asia Tenggara dari tahun 2010 hingga 2016. Ini akibat meningkatnya represi di wilayah Uighur oleh pemerintah China.
Human Rights Watch (HRW) menuding ada pelanggaran hak asasi manusia yang serius terhadap orang Uighur oleh China. Termasuk penahanan sewenang-wenang massal 1 juta warga, penghilangan paksa, pengadilan yang sangat politis yang berakhir dengan hukuman mati dan penyiksaan dalam tahanan.
Pemerintah China sendiri membantah tuduhan ini. Meski mengakui adanya kamp khusus, Beijing menyebut hanya memberikan pelatihan kejuruan kepada warga Uighur.
Sementara itu, masih dikutip dari laman yang sama, sebagian besar orang Uighur yang telah melarikan diri dari China melalui Asia Tenggara berupaya melakukan perjalanan ke Turki. Sebuah sumber mengatakan sebanyak 10.000 orang Uighur pergi ke negeri Erdogan antara tahun 2010 dan 2016.
Hanya sebagian kecil menetap di Asia Tenggara tanpa dokumentasi atau dengan status pengungsi. Mereka tersebar di Malaysia, Thailand dan Indonesia.
"Dengan tindakan ini, Malaysia mengambil sikap penting bahwa banyak negara lain di kawasan ini, termasuk Indonesia dan Thailand, enggan untuk mengambilnya," kata Sean R. Roberts, profesor studi pembangunan internasional di Universitas George Washington.
"Ini kemungkinan akan membuat marah Beijing, tetapi itu adalah posisi yang bertanggung jawab," tambah Roberts, penulis buku 'The War on the Uygurs' yang terbit pada September.
Rais Hussin, presiden dan kepala eksekutif Malaysia EMIR Research, memuji Malaysia karena berdiri teguh dalam masalah ini. "Itu hal yang benar untuk dilakukan," katanya.
"Anda tidak ingin mengirim mereka kembali ke kamp konsentrasi yang disamarkan sebagai pusat pendidikan ulang. Beberapa mungkin menghadapi penganiayaan serius karena hanya menjadi orang Uighur."
(sef/sef) Next Article Ini Sikap Resmi Malaysia soal China di Laut China Selatan