
Apa Benar BUMN Kini Jadi Perusahaan Pencetak Utang Terbesar?

Dampak utang BUMN yang tinggi semakin terasa ketika wabah Covid-19 merebak di dalam negeri dan berbuntut pada penerapan kebijakan yang restriktif terhadap mobilitas (PSBB). Konsekuensi dari kebijakan pengendalian wabah tersebut harus dibayar dengan mahal.
Anjloknya permintaan akibat pergerakan orang yang terbatas, volatilitas tinggi di pasar keuangan yang berdampak pada depresiasi tajam nilai tukar rupiah terhadap dolar AS membuat kondisi finansial BUMN yang sudah terlilit utang semakin menjadi tak karuan.
Penerapan PSBB memicu penurunan kebutuhan akan bahan bakar, anjloknya harga minyak, konsumsi listrik sektor komersial dan industri drop, jumlah wisatawan dan penumpang pesawat turun drastis dan banyak proyek pembangunan infrastruktur tertunda.
Hal itu berujung pada seretnya likuiditas kebanyakan BUMN terutama untuk BUMN yang sifatnya strategis seperti PLN hingga BUMN lain yang sensitif terhadap mobilitas publik seperti maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA).
Nilai median current ratio dari enam BUMN yang paling disorot utangnya sudah mepet di angka 1. Bahkan ada yang nilai current ratio-nya di bawah 1. Ini mengindikasikan bahwa BUMN-BUMN tersebut mengalami kesulitan likuiditas untuk membiayai modal kerjanya.
Kalaupun masalahnya hanya di likuiditas, maka hal tersebut masih bisa membuat lega. Namun sayangnya beberapa BUMN bahkan mengalami permasalahan yang lebih serius ketika pandemi.
Salah satunya adalah emiten penerbangan pelat merah (GIAA). Ekuitas perusahaan bahkan sudah minus. Itu artinya investor yang membeli saham GIAA sebenarnya membeli utang.
Ada juga PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) yang juga terlilit utang sampai-sampai harus melakukan restrukturisasi besar-besaran dengan para krediturnya di awal tahun ini. Rasio utang terhadap modal KRAS pun menyentuh angka 6x.
Duo BUMN Karya yaitu PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Waskita Karya TBk (WSKT) juga tak luput dari sorotan lantaran utangnya yang juga terus menggunung. Bayangkan saja rasio utang terhadap modal sudah menyentuh angka 3x dan lebih dari 70% aset dua BUMN Karya ini dibiayai oleh utang.
(twg/twg)