
Pengusaha ke Kepala Daerah: Mau Pilkada Kok Naikkan UMK?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pembahasan upah minimum kota dan kabupaten (UMK) 2021 di berbagai wilayah banyak yang masih berlangsung hingga kini jelang batas akhir 21 November 2020.
Beberapa daerah sudah memberi sinyal mengusulkan menaikkan UMK tersebut setelah melalui perdebatan panjang kepada gubernur. Namun, kalangan pengusaha menilai penetapan UMK 2021 seharusnya tidak menjadi ajang bagi kepala daerah dalam mencari simpati, utamanya demi mengarungi Pilkada serentak 2020.
"Sudah ada aturan incumbent harus cuti. Secara langsung nggak bisa intervensi tapi secara nggak langsung bisa aja," kata Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), Sarman Simanjorang kepada CNBC Indonesia, Jumat (13/11).
Seharusnya, di masa Pilkada seperti ini kepala daerah bisa jernih dalam membuat kebijakannya, yakni melihat berdasarkan kepentingan pelaku usaha dan buruh. Adanya Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan seharusnya bisa menjadi dasar dalam penetapan UMK.
"Makanya ada PP 78 di tahun 2015 memastikan supaya UMP-UMK nggak dipolitisir. Dengan PP 78 sudah ada rumusnya, kepala daerah nggak bisa memanfaatkan itu untuk alat politik," sebutnya.
Kekhawatiran pengusaha saat ini tidak lepas adanya Pilkada yang berlangsung di berbagai daerah. Momen saat ini berpotensi membuat calon yang akan bertarung di kepala daerah membuat kebijakan populis.
"Sebelum ada PP 78 tahun 2015, penetapan UMP-UMK berdasar hasil survey KHL setiap bulan, baru ditetapkan akhir Oktober KHL tahunan. KHL ini menjadi dasar penetapan UMP. Dulu terjadi negosiasi, kompromi yang kadang-kadang jadi politisir dapat dukungan dulu," papar Sarman.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pengusaha Gaji Karyawan di Bawah UMP, Siap-Siap Masuk Bui!