Ex-Bos Pertamina Miris Lihat Anjloknya Industri Hulu Migas RI

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
13 November 2020 14:36
arie soemarno
Foto: detik.com/Ari Saputra

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri hulu minyak dan gas (migas) Indonesia saat ini bisa dikatakan tidak sedang dalam kondisi baik-baik saja. Beberapa hal berat dihadapi industri hulu migas seperti terus menurunnya produksi minyak, tekanan harga minyak akibat dampak dari pandemi Covid-19 dan anjloknya investasi.

Anggota Bimasena Energy sekaligus mantan Direktur Utama Pertamina Ari Soemarno mengatakan selama delapan tahun terakhir ini terjadi perubahan signifikan di sektor migas, baik di dalam negeri dan luar negeri. Di lingkungan global, sejak 2014 suplai minyak semakin membengkak, sementara pertumbuhan konsumsinya tidak meningkat.

"Oversupply terus menghantui, sehingga harga tertekan di mana pada 2014 sampai sekarang harganya itu antara US$ 40-70 per barel, dan dengan adanya masalah Covid-19 ini turun lebih rendah lagi dan sekarang berkisar US$ 40 an," ungkapnya dalam 'Webinar Seri-3 Bimasena Energy Dialogue', Jumat (13/11/2020).

Dengan kondisi seperti ini, perusahaan migas akan lebih selektif di dalam melakukan investasi. Ditambah dengan kondisi dalam negeri di mana produksi minyak dan investasi di hulu migas terus-terusan anjlok sejak 2014, sehingga ini merupakan tekanan yang luar biasa bagi industri ini.

"Sampai-sampai tingkat investasi di sektor hulu migas menjadi yang paling rendah, yang belum pernah kita alami sebelumnya. Dan juga iklim usahanya makin hari makin memburuk," sesalnya.

Kondisi ini membuat banyak pihak dan institusi menilai Indonesia menjadi negara yang tidak menarik untuk melakukan investasi migas di dunia. Apalagi, lanjutnya, penggunaan sistem kontrak migas baru dengan skema bagi hasil kotor atau dikenal dengan PSC gross split yang menurutnya pada akhirnya tidak bisa diterima oleh pelaku usaha.

Selain itu, adanya pemaksaan kehendak oleh pemerintah seperti dalam kasus proyek gas di Lapangan Abadi Masela di mana mulanya kontraktor berencana membangun fasilitas LNG di laut (offshore), namun harus direvisi menjadi kilang darat sesuai dengan kehendak pemerintah.

"Sampai sekarang saya belum yakin terus terang, saya terlibat dalam pengembangan LNG sejak tahun 1970-an. Kita miss-opportunity terus karena ada pemaksaan-pemaksaan," ungkapnya.

Tantangan hulu migas dengan kondisi yang tidak dipercayai investor akan sangat berat, sehingga di dalam Revisi UU Migas nantinya menurutnya perlu dikaji secara mendasar, baik dari segi paradigma dan pola pikir. Industri migas menurutnya jangan dijadikan alat optimasi penerimaan negara, tapi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi.

"Sehingga, kalkulasi politik jadi berkurang. Itu harus dimulai dari situ. Banyak hal yang harus dilakukan dan dipertimbangkan," tegas Ari.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pertamina Jadi Andalan untuk Capai Produksi Minyak 1 Juta BPH

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular