Nasib Digantung, SKK Migas: Kondisi Kami Terombang-ambing!

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
13 November 2020 14:12
INFOGRAFIS, 10 Kkks Utama Produksi Minyak
Foto: Infografis/10 Kkks Utama Produksi Minyak/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Nasib Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), pengatur kegiatan hulu migas nasional, bakal ditentukan dalam Revisi Undang-Undang No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengatakan SKK Migas saat ini kondisinya "terombang ambing di tengah badai" karena belum adanya kepastian undang-undang yang mengatur kelembagaan SKK Migas. Namun demikian, pihaknya tetap menjalankan tugas sebaik mungkin guna kelancaran kegiatan hulu migas nasional.

"Setelah dibubarkannya BP Migas, maka kami SKK Migas yang tidak punya UU tetap menjalankan amanah negara, ya terombang-ambing, tapi insya Allah kita jalan terus di tengah badai ini," ungkapnya dalam Webinar Seri-3 Bimasena Energy Dialogue, Jumat (13/11/2020).

Dia mengatakan, mulanya pihaknya berharap kepastian hukum tentang kelembagaan institusi hulu migas ini diatur di dalam UU tentang Cipta Kerja. Namun nyatanya, kejelasan mengenai institusi hulu migas ini tidak jadi dimasukkan di dalam UU Cipta Kerja, tapi malah akan diatur di dalam Revisi UU Migas.

Pihaknya berharap agar UU Migas ini segera direvisi karena saat ini payung hukum kelembagaan SKK Migas hanya bernaung di bawah Peraturan Presiden.

"Kami sangat berharap ini bisa cepat selesai supaya apa yang kami kerjakan ada dasar hukumnya. Walau sekarang sudah ada dasar hukumnya, tapi level dasar hukumnya masih Peraturan Presiden," tuturnya.

Menurutnya, kepastian hukum terhadap institusi SKK Migas ini juga penting karena terkait iklim investasi dan keyakinan bagi calon investor maupun investor hulu migas yang telah ada.

"Kami harapkan akan diberikan kepastian hukum ke depan. Kalau tidak ada kepastian hukum, kita juga akan sulit," ujarnya.

Dia mengatakan, di dalam UU Migas tahun 2001, tidak hanya mengatur kegiatan hulu migas, tapi juga hilir. Oleh karena itu, bila institusi SKK Migas ini diubah, menurutnya harus jelas bentuknya seperti apa.

"Ini yang menjadi pertanyaan, bagaimana bentuknya," ujarnya.

Fatar pun mempertanyakan akan dibuat seperti apa industri hulu migas ke depannya. Meski sudah ada transformasi dari fosil ke energi baru terbarukan (EBT), namun menurutnya sampai 2050 mendatang penggunaan energi fosil secara volume akan naik.

"Sebenarnya ekonomi Indonesia masih tumbuh, kebutuhan energi masih akan meningkat, fosil pun jumlahnya akan meningkat, tidak turun," tegasnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan kelembagaan SKK Migas dalam Revisi UU Migas nantinya akan diganti menjadi Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMNK) Migas, sesuai amanat Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada beberapa tahun lalu tentang pembentukan Badan Usaha Khusus Migas.

Namun demikian, dia menyebut bahwa hingga saat ini masih belum diputuskan definisi yang pasti tentang BUMN Khusus Migas ini, termasuk kewenangannya. Dia mengatakan, ada yang menyebut bahwa BUMN Khusus Migas ini langsung bertanggung jawab kepada Presiden, namun di sisi lain ada pula yang menyebut institusi ini akan bertanggung jawab kepada Menteri BUMN.

"Ini yang sedang kami kaji berkali-kali. Kita mau kelembagaan ini memiliki tata atur yang kondusif, apalagi sektor hulu migas di Indonesia sudah lampu kuning menjelang merah," tuturnya saat wawancara khusus dengan CNBC Indonesia dalam rubrik "Energy Corner" pada Senin (19/10/2020).


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perusahaan Migas Menanti Kepastian Hukum dari Revisi UU Migas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular