Holding BUMN PTPN Disentil BPK! Apa yang Tak Beres Sih?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 November 2020 13:22
palm oil
Ilustrasi Perkebunan Kelapa Sawit (REUTERS/Bazuki Muhammad)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk membentuk perusahaan induk alias holding BUMN perkebunan pada 2015. PT Perkebunan Nusantara (PTPN) yang berjumlah 14 kini dikomandoi oleh PTPN III.

Namun, keberadaan holding perkebunan ternyata belum menunjukkan hasil optimal. Hal ini diungkapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Mengutip dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2020, BPK menyatakan holding BUMN perkebunan tidak efektif dalam meningkatkan kinerja selama 2015 hingga paruh pertama 2019. Kinerja PTPN Grup belum mengalami perbaikan setelah terbentuknya holding pertambangan.

Kinerja on-farm juga dinilai belum efektif, terlihat dari belum adanya perbaikan komposisi umur tanaman, efisiensi harga produksi, serta produktivitas yang masih di bawah normal. Kemudian kinerja pabrik kelapa sawit dan karet di beberapa PTPN masih juga belum sesuai dengan standar dan komitmen bersama.

Situs holding BUMN perkebunan hanya menyediakan data laporan keuangan hingga 2018. Dalam periode tersebut, sejatinya keuangan PTPN membaik dari rugi pada 2016 menjadi untung pada 2017 dan 2018. Namun memang laba bersih pada 2018 turun dibandingkan 2017.

Namun BPK tidak hanya menyoroti soal laba/rugi. "Kinerja Keuangan PTPN Grup belum mengalami perbaikan setelah terbentuknya Holding BUMN Perkebunan. Hal ini terlihat dari kinerja keuangan PTPN Grup periode tahun 2015-semester I 2019 belum menunjukkan adanya peningkatan, melainkan adanya tren penurunan likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas setelah terbentuknya Holding BUMN Perkebunan. Akibatnya, pembentukan PTPN III (Persero) sebagai Holding BUMN Perkebunan kurang efektif dalam meningkatkan perbaikan kinerja keuangan PTPN Grup," tulis IHPS I 2020.

Tidak hanya isu keuangan, BPK juga memberi masukan soal kinerja bisnis PTPN. Pertama adalah produktivitas Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit.

Dalam laporan keuangan 2018, produktivitas TBS kelapa sawit tercatat 19,57 ton/hektar atau 97,41% dari target. Sementara pada 2017 adalah 18,11 ton/hektar atau 96,71% dari rencana dan pada 2016 adalah 16,54 ton/hektar atau 95,57% dari target.

"Produktivitas on farm masih masih di bawah norma yang ada. Tidak tercapainya target kinerja on farm TBS, HPP on farm, dan perbaikan komposisi umur tanaman sehingga tujuan pembentukan Holding BUMN Perkebunan dalam rangka perbaikan on farm tidak tercapai," sebut IHPS I 2020.

BPK juga menggarisbawahi kinerja pabrik kelapa sawit dan karet di beberapa PTPN yang belum sesuai dengan norma standar dan komitmen bersama PTPN Grup. Di kelapa sawit, hal ini terlihat dari jam berhenti kerusakan pabrik, losses minyak sawit, efisiensi pengutipan minyak, efisiensi pengutipan inti sawit, kadar air minyak sawit, kadar kotoran inti sawit, dan kadar air inti sawit masih di bawah norma standar PTPN III.

"Sementara di off farm karet, realisasi produksi karet high grade PTPN Grup tingkat efisiensinya masih di bawah 96% dan belum optimal. Akibatnya, pencapaian anggaran mutu kelapa sawit dan karet belum terpenuhi, produksi minyak sawit dan inti sawit, serta produksi karet high grade pada beberapa PTPN Grup belum optimal," lanjut IHPS I 2020.

Untuk memperbaiki kinerja holding perkebunan, BPK memberikan tiga rekomendasi yaitu:

  1. Memperbaiki kinerja keuangan PTPN Grup dengan melakukan monitoring dan evaluasi atas Laporan Keuangan PTPN Grup secara rutin.
  2. Memerintahkan Kepala Divisi Tanaman PTPN III untuk melakukan penyelarasan Key Performance Indicator (KPI) dengan tupoksi dan job description di Bagian Tanaman, serta menyusun roadmap perbaikan komposisi umur tanaman.
  3. Memerintahkan kepada Direktur Operasional PTPN I, II, IV, VII, VIII, IX, dan XII menetapkan target kinerja pabrik kelapa sawit dan karet memperhatikan norma standar yang ditetapkan PTPN III III.


(aji/aji) Next Article Erick Tuntaskan Restrukturisasi Kredit Holding PTPN Rp 41 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular